DIKTAT
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
KELAS VI SD
NEGERI 6 TOBOALI
Jl.Jendral Sudirman Kecamatan Toboali
OLEH
AMRAN JAYA
NIP 196904162006041003
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANGKA SELATAN
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
TAHUN 2012
Pengesahan
Diktat
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KELAS V SD NEGERI 6 TOBOALI
Oleh :
Ikbal,S.PD
Telah digunakan di SD Negeri 6
kelas VI tahun 2012
Toboali, . . . . . . 2012
Kepala
Dinas Pendidikan Kab.Bangka Selatan
Kata Pengantar
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., sebab berkat taufik dan
hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan Diktat yang berjudul “ Pendidikan
Kewrganegaraan Kelas VI ini.Diktat ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu materi
ajar Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar SD Negeri 6 Toboali. Disamping
itu, untuk menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu kependidikan.
Sejalan dengan tersusunnya diktat
ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu penulisan
diktat dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan diktat ini.
Penulis menyadari bahwa diktat
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan diktat ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Toboali, .................2012
Penulis
SK : 1.Menghargai nilai-nilai juang dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara.
KD :1.1. Mendiskripsi-kan
nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara.
I.
Perumusan
Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah
Lahirnya Pancasila
Menurut sejarah, pada abad VII-XXI, di Indonesia
berdiri kerjaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, kemudian pada sekitar abad
XIII-XVI berdirilah Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Pada kedua zaman itu,
syarat-syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara, telah dipenuhi oleh bangsa
Indonesia, baik Sriwijaya maupun Majapahit, pada zamannya, sudah berdiri
sebagai negara bersatu, serta memiliki wilayah yang meliputi Nusantara ini.
Pada zaman itu bangsa Indonesia telah mengalami kehidupan yang tentram dan
makmur.
Unsur-unsur
yang terdapat dalam pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
musyawarah dan keadilan sosial yang telah dihayati serta dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara nyata.
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa pancasila telah
lama tergurat dan berakar dalam hati bangsa Indonesia, jauh sebelum dirumuskan
dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Akibat
penjajahan, pancasila seolah-olah hilang dan terbenam dalam penderitaan dan
kesengsaraan bangsa Indonesia. Akan tetapi, pada akhirnya putera-puteri
Indonesia yang berjiwa patriotik berhasil menggali nilai-nilai pancasila
sebagai mutiara yang terbenam dari dalam bumi sejarah bangsa dan negara
Indonesia. Oleh karean itu, sudah sepantasnya kita memberikan penghormatan dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pemimpin bangsa kita yang telah
berhasil menggali dan merumuskan pancasila sebagai dasar negara.
2. Proses
Merumuskan Pancasila sebagai Dasar Negara
Adapun riwayat timbulnya beberapa
rumusan dan sistematika Pancasila itu erat hubungannya dengan detik-detik
sejarah menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwanya dimulai dengan
kekalahan Jepang terhadap sekutu di beberapa medan pertempuran dalam Perang
Pasifik.
Sehubungan dengan keadaan peperangan
yang sangat tidak menguntungkan bagi jepang, maka Jepang memerlukan sekali
bantuan untuk mengatasi keadaan yang snagat kritis saat itu. Untuk memperoleh
bantuan yang sebesar-besarnya dari rakyat Indonesia, maka Jepang kemudian
menggunakan taktiknya untuk menarik simpati rakyat Indonesia, salah satunya
ialah menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, jika Jepang menang dalam
Perang Pasifik (Asia Timur Raya). Janji jepang itu disertai tindakan dengan
membentuk Dokuritsu Junbi Choosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
a. Badan
Penyeilidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi
Choosakai)
BPUPKI
dibentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik pada tanggal 28 Mei
1945, dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
Tujuan
dibentuknya BPUPKI adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
penting yang berhubungan dengan segi-segi politik dan ekonomi, tata
pemerintahan, dan yang lain-lainnya yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan
negara Indonesia merdeka. Susunan pengurus BPUPKI terdiri atas bedan
perundingan dan kantor tata usaha. Badan perundingan terdiri atas Kaico
(ketua), dua orang Fuku Kaico (ketua muda), dan enam puluh Iin (anggota).
Bagi bangsa Indonesia, dengan telah diresmikan BPUPKI,
berarti bangsa Indonesia memperoleh kesempatan secara legal untuk mengadakan
persiapan kemerdekaan dan perumusan syarat-syarat yang harus dipnuhi oleh
sebuah negara merdeka. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
dilangsungkan sidang pertama BPUPKI yang membicarakan asas dan dasar negara
Indonesia merdeka.
1) Pada hari
pertama sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Mr. Muhammad Yamin mengusulkan
rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut:
a) Peri
kebangsaan
b) Peri
kemanusiaan
c) Peri
ketuhnan
d) Peri
kerakyatan
e) Kesejahteraan
rakyat
2) Pada sidang
tanggal 31 Mei 1945, Prof. Soepomo mengusulkan dasar negara Indonesia
harus mengandung nilai-nilai paham negara kesatuan (integralistik). Adapun
rumusan dasar negara yang dikemukakan Prof. Soepomo adalah sebagai berikut:
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) keseimbangan
lahir batin
4) Musyawarah
5) Keadilan
rakyat
3) Pada tanggal
1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan Lima Dasar Negara Indonesia
Merdeka, yaitu sebagai berikut:
1) Nasionalisme
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan
lahir batin
4) Kesejahteraan
Sosial
5) ketuhanan
yang berkebudayaan
4) Piagam
Jakarta
Pada tanggal
22 Juni 1945, sembilan tokoh nasional yang juga tokoh BPUPKI, mengadakan
pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai asas negara yang telah
dikemukakan dalam sidang BPUPKI.
Setelah
mengadakan pembahasan, maka sembilan tokoh selanjutnya disebut Panitia
Sembilan tersebut menyusun sebuah piagam dengan nama Piagam Jakarta atau
Jakarta Charter yang di dalamnya terdapat rumusan dan sistematika
Pancasila, yaitu sebagai berikut:
1) Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3) Persatuan
Indonesia
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokurisu Junbi Inkai)
Pada tanggal
7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan dan diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dalam bahasa Jepang disebut “Dokuritsu Junbi Inkai.
PPKI ini diketahui oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya.
Pada tanggal
18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama, dan menghasilkan
beberapa keputusan yaitu sebagai berikut.
1) Mengesahkan
Undang-Undang Dasar 1945
2) Memilih dan
mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil
Presiden RI.
3) Pada masa
peralihan, tugas presiden dibantu oleh komite nasional.
Pembukaan
UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada alinea ke-4 tercantum rumusan
Pancasila, yang terdiri atas lima dasar/sila yaitu sebagai berikut:
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3) Persatuan
Indonesia
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan dasar negara republik Indonesia yang terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 itulah yang sah karena diputuskan dan disahkan oleh
PPKI yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
II.
Nilai-nilai Juang dalam Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
A. Nilai
Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila
1. Proses
perubahan piagam Jakarta sebagai keputusan bersama
Panitian
perancang UUD menyetujui rancangan Pembukaan UUD yang diambil dari Piagam
Jakarta, setelah adanya beberapa perubahan, terutama mengenai rumusan dasar
negara yang tercantum dalam alenia keempat. Adanya perubahan rumusan dasar
negara, khususnya sila ke-1 dalam Piagam Jakarta disebabkan adanya usulan dari
masyarakat Indonesia bagian Timur. Mereka keberatan dengan sila pertama, bahkan
mereka mengancam akan mendirikan negara Indonesia bagian Timur.
Oleh karena
itu, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat tokoh pemuka
Islam yaitu, Mr. Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr.
Teuku Moh. Hassan mengenai usulan dari masyarakat Indonesia bagian Timur itu.
Akhirnya
dalam waktu 15 menit dcapai kata sepakat untuk menghilangkan kalimat “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam begi pemeluk-pemeluknya”. Mereka beralasan
jika kalimat ini tidak dihilangkan akan menjadi rintangan bagi persatuan dan
kesatuan bangsa. Kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan perorangan
atau golongan.
2. Nilai
Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila
a. Menghargai
pendapat orang lain
Dalam
menyelesaikan masalah bersama, bangsa kita selalu menyelesaikan dengan
musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Setiap keputusan yang diambil dalam
musyawarah oleh bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri sebagi berikut:
1) Mengutamakan
kepentingan bersama
2) Tujuan
diharapkan untuk kebaikan bersama
3) Tidak ada
pemaksaan pendapat
b.
Menerima
keputusan bersama
Keputusan bersama adalah ketentuan, ketetapan dan
penyelesaian yang dilakukan sekelompok orang terhadap suatu permasalahan
sehingga tercapai kesepakatan. Keputusan bersama dapat dicapai melalui
musyawarah. Musyawarah adalah adalah suatu cara untuk merumuskan suatu masalah
berdasarkan kesepakatan bersama.
Upaya
mencapai kesepakatan bersama (mufakat) bukanlah perkara mudah, selama kita
memaksakan pendapat sendiri, mendahulukan kepentingan pribadi/golongan, mufakan
akan gagal.
Kita dapat
belajar dari sejarah sidang BPUPKI Pertama. Pada saat sebelum rapat pleno
ada pihak yang keberatan tentang rancangan Pembukaan UUD 1945 pada alenia
keempat tentang dasar negara. Dengan semangat kebersamaan, demi menciptakan
suasana yang damai, maka para tokoh seperti Bung Hatta, Wahid Hasyim. Mr. Teuku
Moh. Hasan, dan lain-lain menyetujui untuk menghilangkan kalimat sila pertama
dasar negara yang menjadi keberatan sebagian peserta sidang. Hal ini
menunjukkan bahwa para tokoh pendiri negara kita senantiasa mendahulukan
kepentingan negara dan bangsa daripada kepentingan pribadi/golongan.
c.
Melaksanakan
hasil keputusan bersama
Setelah semua pihak menerima hasil keputusan
bersama, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan keputusan tersebut. Semua
pihak harus ikhlas dan penuh tanggung jawab melaksanakan, hasil keputusan
bersama.
Melaksanakan keputusan bersama telah
ditunjukkan oleh seluruh tokoh yang terlibat dalam proses perumusan Pancasila.
Mereka senagai wakil rakyat Indonesia melaksanakan hasil keputusan bersama
denga ikhlas yaitu dengan melaksanakan Pancasila sebagai dasar negara dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
III. Meneladani Nilai-Nilai
Juang Para Tokoh yang Berperan dalam Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar
Negara dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai
juang dalam proses perumusan Pancasila yang dapat kita teladani dalam kehidupan
sehari-hari, diantaranya sebagai berikut:
1. Semangat
persatuan dan kesatuan
Sikap ini
dimiliki oleh para tokoh pejuang kita pada saat merumuskan Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI para peserta sidang diberi
kesempatan untuk menyampaikan pidatonya tentang rumusan dasar negara, kemudian
dibahas dan didiskusiakan bersama untuk mendapatkan rumusan yang terbaik.
Musyawarah itu dijiwai semangat sumpah pemuda, dengan rasa persatuan dan
kesatuannya meskipun berasal dari berbagai daerah dan mempunyai latar belakang yang
berbeda.
Adapun
contoh perilaku yang menggambarkan semangat persatuan dan kesatuan adalah
sebagai berikut:
a. Gotong-royong
dalam membersihkan kelas dan lingkungan sekolah
b. Tidak
membeda-bedakan teman dalam pergaulan
c. Kerja bakti membersihkan
lingkungan masyarakat
2. Memperjuangkan
hak asasi manusia
Pada saat
perumusan dasar negara Pancasila, hak asai manusia selalu menjadi perhatian
utama. Pancasila dirumuskan sebagai sumber hak asasi manusia, yang artinya
bahwa hak asasi manusia mendapat jaminan kuat dari Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa. Dalam proses perumusan Pancasila para tokoh mencerminkan sikap
saling menghargai hak asasi manusia.
Sikap para
tokoh dalam memperjuangkan dan menghargai hak asasi manusia itu perlu kita
teladani dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya ialah dengan :
a. Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain,
b. Memberi
kesempatan orang lain untuk menyampaikan pendapatnya,
c. Menghargai
hak-hak orang lain.
3. Cinta tanah
air
Sikap para
tokoh dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan kecintaanya
terhadap tanah air Indonesia. Adapun sikap cinta tanah air yang harus
diteladani dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
a. Mempelajari
kebudayaan daerah
b. Mencintai
produk dalam negeri
c. Berprestasi
dalam kegiatan yang mengharumkan nama bangsa.
4. Mendahulukan
kepentingan umum
Para pejuang
yang terlibat dalam perumusan dasar negara bekerja tanpa mengenal lelah. Mereka
mempersiapkan kemerdekaan beserta alat-alat perlengkapan negara dengan
sungguh-sungguh. Sebagai hasil jerih payah mereka, lahirlah UUD 1945 yang di
dlam pembukaannya termuat tujuan negara Indonesia. Semua itu dilakukan demi
kepentingan bangsa dan negara. Adapun sikap mendahulukan kepentingan umum itu
perlu kita teladani diantaranya dengan:
a. Ikut
berpartisipasi dalam kerja bakti di lingkungan masyarakat
b. Menyiapkan
sarana belajar sebelum pelajaran di mulai untuk kepentingan kelas.
5. Jiwa
kepahlawanan
Jiwa
kepahlawanan jelas tercermin dari sikap pejuang dalam proses perumusan
Pancasila. Mereka memiliki sikap rela berkorban tanpa pamrih dalam mewujudkan
Indonesia merdeka. Jiwa kepahlawanan para tokoh bangsa tersebut dapat kita
teladani, diantaranya melalui:
a. Membantu
orang lain yang sedang mengalami kesulitan
b. Berani
menegur teman yang berbuat tidak baik
c. Melerai
teman yang berselisih
IV. Kebangkitan
Nasional Indonesia
a.Tokoh-Tokoh
Tokoh-tokoh yang mempolopori Kebangkitan Nasional, antara lain
yaitu :
- Sutomo
- Gunawan
- Dr. Tjipto Mangunkusumo
- Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi
Ki Hajar Dewantara)
- dr. Douwes
Dekker dan Lain-Lain
b. Asal Usul Kebangkitan
Nasional
c.Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda merupakan
bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan,
oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28
oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa
Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun
tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi
ketertindasan inilah yang kemudia mendorong para pemuda pada saat itu untuk
membulatkan tekad demi Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Orang Indonesia
Asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga
berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Rumusan Sumpah
Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir
kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian
dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah Pemuda
1.Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah air Indonesia.
2.Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
3.Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
d. Kongres Pemuda Indonesia Kedua
Gagasan
penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari
seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung
yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama,
Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam
sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap
kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.
Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad
Yamin
tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor
yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat,
pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua,
Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas
masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan,
harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga
harus dididik secara demokratis.
Pada rapat
penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan
pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan
nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri,
hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres
ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia
Raya"
karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan
dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu
tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup
dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan
itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.
e. Peserta Kongres Pemuda
Para peserta
Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada
pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong
Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten
Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di
antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai
pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun
sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka.
Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai
seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR
Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang
dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Bangunan di
Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah
pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong
Gedung Kramat
106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3
April-20
Mei 1973 dan diresmikan
Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20
Mei 1973 sebagai Gedung
Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20
Mei 1974. Dalam
perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan
saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
V. Memahami nilai tiap-tiap butir Pancasila
Nilai
yang ada dalam Pancasila memiliki serangkaian nilai, yaitu ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Kelima nilai tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dimana mengacu dalam tujuan yang satu.
Nilai-nilai dasar Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan yang bersifat universal, objektif, artinya nilai-nilai
tersebut dapat dipakai dan diakui oleh negara-negara lain, walaupun tidak
diberi nama Pancasila.Pancasila bersifat subjektif, artinya bahwa nilai-nilai
pancasila itu melekat pada pembawa dan pendukung nilai pancasila itu sendiri,
yaitu masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Nilai-nilai
Pancasila juga merupakan suatu pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila juga merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa
Indonesia, karena bersumber pada kepribadian bangsa.Nilai-nilai Pancasila ini
menjadi landasan dasar, serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kenegaraan.Dalam kehidupan kenegaraan, perwujudan
nilai Pancasila harus tampak dalam suatu peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia.Karena dengan tampaknya Pancasila dalam suatu peraturan dapat
menuntun seluruh masyarakat dalam atau luar kampus untuk bersikap sesuai dengan
peraturan perundangan yang disesuaikan dengan Pancasila.
Ciri
hukum yang didasari nilai-nilai Pancasila membedakan Indonesia dengan hukum
yang ada di negara lain. Hukum di Indonesia didasari oleh keagamaan, sedangkan
di negara sekuler tidak didasari oleh keagamaan.Sehingga banyak hukum yang
bertentangan dengan keagamaan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
(1)
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
KD : 1.2 Nilai Kebersamaan Dalam Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara.
a.
Nilai-Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila
Sebagai Dasar Negara.
Proses perumusan
Pancasila sebagai dasar negara yang dilakukan oleh para pendiri negara (the
founding fathers) tidaklah mudah. Dalam proses tersebut banyak sekali pendapat
yang dikemukan oleh para pendiri negara tentang rumusan dasar negara. Muhammad
Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno adalah tiga orang tokoh yang memberikan
pendapatnya mengenai rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Akhirnya
setelah melalui proses musyawarah disepakati rumusan Pancasila yang seperti
kita kenal pada saat ini.
Dari uraian
di atas dapat dikatakan bahwa proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara
selalu dilandasai semangat juang yang tinggi. Semangat juang tersebut tertuang
dalam nilai-nilai juang sebagai berikut:
Ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Jiwa dan
semangat merdeka
Cinta tanah
air dan bangsa.
Harga diri
yang tinggi sebagai bangsa yang merdeka
Pantang
mundur dan tidak kenal menyerah
Semangat
persatuan dan kesatuan
Semangat
kejuangan yang tinggi
Berani, rela
dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan negara
Tanpa pamrih
dan banyak bekerja
Nilai-nilai
di atas selalu melandasi perjuangan bangsa Indonesia termasuk pada saat
merumuskan Pancasila. Selain itu, nilai-nilai tersebut telah menyatu dalam diri
para pendiri negara dan rakyat Indonesia pada waktu itu, sehingga keputusan
yang diambil dalam proses perumusan Pancasila pada saat itu adalah keputusan
terbaik yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Dengan nilai-nilai
tersebut, Pancasila dapat dipertahankan sebagai dasar negara Republik Indonesia
sampai sekarang.
Semangat dan
nilai juang para pejuang bangsa dalam merebut kemerdekaan sudah tidak dapat
diragukan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kemauan yang besaruntuk
mengorbankan kepentingan pribadi demi tetap tegaknya bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Para tokoh pendahulu kita berani melepaskan ambisi pribadi
hanya demi sebuah kata kebersamaan. Pancasila diambil dari nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia yang telah mengakar sejak zaman dahulu. Untuk itu,
merupakan sebuah kewajiban bagi bangsa Indonesia untuk selalu menghormati
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, yaitu Pancasila agar dapat dilaksanakan
dalam kehidupan seharihari.Pancasila adalah dasar negara Indonesia, hal ini
sesuai dengan pembukaan UUD 1945 sekaligus sebagai sumber dari segala sumber
hukum. Pancasila tidak hanya sebagai jiwa bangsa Indonesia, juga sebagai
Kepribadian bangsa Indonesia.
Salah satu
upaya nyata seorang pelajar dalam meng hormati semangat dan nilai-nilai
kebersamaan dalam perumusan Pancasila adalah sebagai berikut :
belajar
dengan rajin,
tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain,
saling
menghormati perbedaan,
tidak
semena-mena terhadap orang lain.
b.PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
DAN PERUMUSAN DASAR NEGARA 5.2 SITI S
Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia
selama penjajahan telah menimbulkan kesadaran bahwa hanya dengan persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia dapat memerdekakan diri dari penjajah. Perjuangan
bangsa Indonesia dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mengusir
penjajah, baik dari kaum ulama, pelajar, dan mahasiswa. Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dilakukan dengan usaha yang gigih dan semangat tinggi. Tokoh-tokoh
penting berusaha keras dalam mempersiapkan kemerdekaan dan merumuskan dasar
negara. Marilah kita teladani sikap dan semangat dari para tokoh pejuang kita.
Kalian sebagai generasi bangsa ikut ambil bagian dalam perjuangan bangsa untuk
membebaskan diri dari kebodohan. Tugas kalian untuk mengisi kemerdekaan dengan
sikap dan semangat rajin belajar.
A.
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik
Perang Pasifik disebut juga Perang
Asia Timur Raya. Perang ini terjadi antara Jepang dengan Sekutu (yang termasuk
Tiongkok, Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Belanda, dan Selandia
Baru). Dalam Perang Pasifik, Pulau Saipan jatuh ke tangan pasukan Amerika
Serikat. Keadaan ini terjadi pada bulan Juni 1944. Jatuhnya Pulau Saipan
menyebabkan posisi Jepang semakin terancam, karena di berbagai wilayah
peperangan Jepang selalu menemui kekalahan. Oleh karena itu, pada tanggal 9
September 1944 Perdana Menteri Koiso memberi janji kemerdekaan kepada rakyat
Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati rakyat Indonesia.
B. Masa Persiapan Kemerdekaan
Tentara Jepang pada masa Perang
Pasifik semakin terdesak dan mengalami kekalahan. Pasukan Jepang yang berada di
Indonesia bersiap-siap mempertahankan diri. Selama masa pemerintahan Jepang di
Indonesia, pada tahun 1942–1945 Indonesia dibagi dalam dua wilayah kekuasaan.
Dua wilayah kekuasaan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Wilayah komando angkatan
laut yang berpusat di Makassar, meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, dan Irian Jaya. 2. Wilayah komando angkatan darat yang berpusat di
Jakarta, meliputi Jawa, Madura, Sumatra, dan Malaya. Pusat komando untuk
seluruh kawasan Asia Tenggara terdapat di Dallat (Vietnam).
Setelah Sekutu berhasil menguasai
Pulau Irian dan Pulau Morotai di Kepulauan Maluku, maka tanggal 20 Oktober
Jenderal Douglas Mac Arthur menyerbu Kepulauan Leyte (Filipina), dan tanggal 25
Oktober Jenderal Douglas Mac Arthur mendarat di Pulau Leyte. Bulan Februari
1945 pasukan Sekutu berhasil merebut Pulau Iwo Lima di Jepang. Sejak saat itu
kekuatan tentara Jepang semakin lemah. Untuk menarik simpati rakyat Indonesia,
Jepang mengizinkan Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih di samping
bendera Jepang. Lagu kebangsaan Indonesia Raya boleh dikumandangkan setelah
lagu Kebangsaan Jepang Kimigayo.
C. Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Menjelang akhir PD II, Jepang
mengalami banyak kekalahan. Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 kota Hirosima dan
Nagasaki dibom oleh Sekutu. Pada tanggal 11 Agustus 1945, Jepang memberikan
janji kemerdekaan yang disampaikan kepada tiga orang pemimpin Indonesia, yaitu
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Wedyodiningrat. Ketiganya diminta
mempersiapkan kemerdekaan. Dengan janji ini Jepang berharap, rakyat Indonesia
mau membantu Jepang yang semakin terdesak dan mengalami kekalahan di mana-mana.
Dalam situasi yang semakin kritis, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan
tiga tindakan sebagai berikut. 1. Membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. 2.
Mempersiapkan lembaga latihan nasional (Kenkuko Gakuin) yang melatih dan
mendidik pemimpin negara yang baru. 3. Memperluas pembicaraan tentang
kemerdekaan Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat dan didampingi dua orang
wakil yaitu Icibangase dan R.P. Soeroso. Tugas pokok BPUPKI ialah menyiapkan
organisasi pemerintahan yang akan menerima kemerdekaan dari pemerintahan
Jepang. Pada tanggal 28 Mei 1945 diadakan upacara pembukaan BPUPKI di Jalan
Pejambon Jakarta atau tepatnya di Gedung Cuo Sangi In. Dalam upacara tersebut
Jepang diwakili oleh Jendral Itagaki dan Nagano. BPUPKI menggelar sidang
pertama pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1995 yang menyepakati bentuk negara
republik dengan kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang
presiden. Dalam rapat ini juga dibahas dasar negara republik Indonesia serta
mengenai pembentukan sebuah panitia yang disebut Panitia Sembilan. Adapun
anggota panitia sembilan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Ir. Soekarno
(ketua) 2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua) 3. Mr. Ahmad Soebarjo 4. Abdul
Kahar Muzakir 5. Abikusno Cokrosuyoso 6. K.H. Wahid Hasyim 7. Mohammad Yamin 8.
Mr. A.A. Maramis 9. Haji Agus Salim
Sebelum janjinya terpenuhi, pada
tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita
kekalahan Jepang tersebut masih dirahasiakan. Tetapi salah seorang pemuda
Indonesia yaitu Sutan Syahrir mendengar lewat siaran radio luar negeri.
Akhirnya pada tanggal 15 Agustus golongan pemuda yang terdiri dari Wikana,
Sutan Syahrir, Darwis dan lain-lain mendesak Bung Karno untuk segera mengumumkan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini ditolak oleh para golongan tua dengan alasan
harus dibicarakan dalam sidang PPKI.
1. Peristiwa Rengasdengklok (Jawa
Barat)
Golongan tua terdiri dari Bung
Karno, Bung Hatta, Ahmad Soebarjo, Dr. Rajiman dan sebagainya. Pada tanggal 16
Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh golongan muda dibawa ke
Rengasdengklok. Tujuan mereka adalah mengamankan tokoh bangsa dari pengaruh
Jepang. Mereka meyakinkan Soekarno bahwa jepang telah menyerah dan para pejuang
telah siap untuk melawan Jepang, apa pun resikonya. Di Jakarta, golongan muda,
Wikana dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr.
Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. Kemudian Yusuf Kunto diutus untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke
Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke
Jakarta. Mr. Ahmad Subardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak
terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
langsung menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No. 1 (sekarang
gedung perpustakaan Nasional-Depdiknas) yang diperkirakan aman dari Jepang.
Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan pada 16
Agustus. Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali bertemu dengan Letnan
Jenderal Moichiro Yamamoto, komandan Angkatan Darat pemerintahan militer Jepang
(Gunseikan) di Hindia Belanda dengan sepengetahuan Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Dari
komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno
dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak
memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan. Setelah itu, mereka bermalam
di kediaman Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1). Pada pukul 02.00 WIB
malam itu diadakan rapat PPKI yang dipimpin oleh Bung Karno bertempat di
kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1 Jakarta untuk
merumuskan teks proklamasi dan membicarakan persiapan kemerdekaan Indonesia.
2. Perumusan Teks Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan
golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia berlangsung
pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di kediaman Soekarno,
Jln. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Naskah proklamasi disusun oleh tiga orang,
yaitu Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Soebarjo. Teks proklamasi terdiri dari
dua kalimat, yang ditulis oleh Bung Karno. Kalimat pertama dikutip oleh Mr.
Ahmad Soebarjo dari piagam Jakarta, kemudian Bung Hatta menyempurnakan dengan
kalimat kedua. Pada awalnya, para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi
menyatakan semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak yang
masih menguasainya. Tetapi, mayoritas anggota PPKI tidak menyetujuinya. Pada
akhirnya, disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang. Para
pemuda juga meninginkan agar naskah proklamasi turut ditandatangani oleh enam
pemuda bersama Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Mereka
beranggapan bahwa PPKI adalah wakil Jepang. Kemudian dicapailah kesepakatan
dengan menuliskan “atas nama bangsa Indonesia”. Naskah teks proklamasi
disepakati dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Penandatanganan teks
proklamasi dilakukan oleh dua tokoh tersebut atas usul Sukarni. Tokoh yang
hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya Chairul Saleh, Sukarni, Sayuti
Melik, B.M Diah, Sudiro, dan tokoh-tokoh tua yang lain.
3. Detik-Detik Proklamasi
Sesuai janji Ahmad Soebarjo, esok
harinya Jumat 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, diadakan
upacara bendera dan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Tepat pukul 10.00 WIB Ir. Soekarno berpidato singkat dan membacakan teks
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Acara selanjutnya upacara pengibaran
bendera sang merah putih oleh S. Suhud dan Latief Hendraningrat yang diiringi
dengan lagu Indonesia Raya. Bendera tersebut dijahit oleh Ibu Fatmawati
Soekarno. Tokoh yang hadir di antaranya adalah Ki Hajar Dewantara, Dr.
Moewardi, A.A. Maramis, A.G. Pringgodigito dan tokoh-tokoh dari PPKI maupun
para pemuda. Pada saat itu yang hadir lebih dari seribu orang. Guna mengenang
jasanya maka Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dijuluki sebagai pahlawan proklamator
Indonesia.
D. Menghargai Jasa Tokoh dalam
Mempersiapkan Kemerdekaan
Berita proklamasi di siarkan ke
seluruh dunia melalui Gedung Kantor berita ANTARA. Pada masa pendudukan Jepang,
ANTARA diganti namanya menjadi Yashima. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Kemerdekaaan yang kita nikmati
sekarang bukanlah hadiah dari pemerintah Jepang atau pemerintah Belanda.
Kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan bangsa
Indonesia mengusir penjajah sudah dimulai sejak penjajah menginjakkan kakinya
di bumi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan munculnya para tokoh atau pahlawan
yang berjuang melawan penjajah. Namun, perjuangan itu selalu mengalami
kegagalan karena tidak adanya rasa persatuan dan kesatuan. Masing-masing tokoh
berjuang untuk membela dan mempertahankan daerahnya sendirisendiri. Ir.
Soekarno dan Mohammad Hatta merupakan tokoh proklamator Indonesia. Keduanya
berjuang dengan sungguh-sungguh agar Indonesia dapat meraih kemerdekaannya.
Setelah Indonesia merdeka, Ir. Soekarno dijadikan presiden dan Mohammad Hatta
sebagai wakilnya. Untuk menghargai jasa kedua proklamator tersebut, pemerintah
membangun monumen proklamasi yang bertempat di Jakarta. Wage Rudolf Soepratman
dilahirkan di Purworejo pada 9 Maret 1903. W.R. Soepratman bekerja sebagai
wartawan di sebuah surat kabar Tionghoa–Melayu bernama Sin Po. Di surat kabar
itu, Soepratman mendapat tugas menulis perkembangan kebangsaan Indonesia.
Karena itu ia menjadi akrab dengan para tokoh gerakan kebangsaan di Jakarta.
Pada Kongres Pemuda I di Jakarta,
Soepratman mendapat tugas untuk meliputnya. Soepratman sangat terkesan dengan
keputusan tersebut sehingga ia menciptakan sebuah lagu dengan judul Indonesia
Raya. Lagu tersebut diperdengarkan pertama kali dalam acara penutupan Kongres
Pemuda II tanggal 20 Oktober 1928. Soepratman membawakan lagu Indonesia Raya
dengan khitmat dan diiringi dengan alat musik biola. Setelah Indonesia merdeka,
lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa.
Tetapi, Wage Rudolf Soepratman tidak sempat menikmati hidup dalam suasana
kemerdekaan. Beliau meninggal dunia karena penyakit paru-paru tanggal 17
Agustus 1938. Hari kelahiran Soepratman, 9 Maret oleh Megawati saat menjadi
presiden Republik Indonesia diresmikan sebagai Hari Musik Nasional. Hal
tersebut dilakukan untuk mengenang jasa-jasa beliau kepada bangsa Indonesia.
c.Tokoh-Tokoh Pengurus Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
Badan
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia
(atau dalam Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi Chōsakai adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan
dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia
dengan menjanjikan bahwa Jepang
akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil
ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di
luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso,
dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang). Tugas dari
BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan
dalam usaha pembentukan Indonesia Merdeka.
Pada
tanggal 7 Agustus 1945,
Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang
sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis,[1]
terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari
Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari
maluku, 1 orang dari Tionghoa.
d. TEKS PIAGAM JAKARTA
Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Jakarta 22 Juni 1945
Panitia Sembilan
Soekarno,Mohammad Hatta,Muhammad Yamin,Achmad Soebardjo,AbikoesnoTjokrosoejoso
Haji Agus Salim,A.A. Maramis,Andul Kahar Muzakkir,Wachid Hasyim
2.Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia
2.1. Menjelaskan Proses Pemilu dan Pilkada.
A. Proses Pemilu Di Indonesia
Rakyat
adalah pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Rakyat yang
menentukan bagaimana corak serta sistem pemerintahan diselenggarakan. Dalam
negara demokrasi seperti Indonesia, salah satu upaya untuk mencari bentuk
pemerintahan yang baik adalah melalui proses Pemilihan Umum (Pemilu).
Demokrasi berasal dari kata demos
yang artinya rakyat dan kratos yang artinya pemerintahan. Demokrasi adalah
pemerintahan rakyat. Hal ini berarti rakyat ikut terlibat dalam pemerintahan,
negara. Misalnya dalam pemilihan pemimpin dan wakil rakyat. Demokrasi yang
dikembangkan di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila.
I.PemilihanUmum
Bagi negara-negara yang
menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum (general election)
merupakan ciri penting yang harus dilaksanakan secara berkala sesuai dengan
peraturan yang ada.
Pemilu diselenggarakan untuk
memilih presiden dan wakilnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan
kabupaten/kota. Pemilu perlu diselenggarakan secara berkala dikarenakan
beberapa hal sebagai berikut.
Menyalurkan pendapat rakyat
mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat yang berkembang dari
waktu ke waktu.Kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah,
baik karena pengaruh dunia internasional ataupun karena faktor dalam negeri
sendiri.Perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dimungkinkan
terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa.
Pemilihan umum perlu diadakan
teratur untuk menjamin terjadinya pergantian ke pemimpinan negara, baik
eksekutif maupun legislatif.
B. Arti Dan
Asas Pemilihan Umum Di Indonesia.
Asas Pemilu yang berlaku di Indonesia
meliputi:
-
Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk
memberikan suaranya secara langsung.
-
Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi syarat
berhak mengikuti Pemilu.
-
Bebas, artinya setiap warga negara berhak memilih calon sesuai
dengan hati nuraninya.
-
Rahasia, artinya setiap pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak
akan diketahui oleh siapapun.
-
Jujur dan Adil (jurdil) artinya pemilu harus dilaksanakan secara
jujur dan adil.
Adapun tujuan dari penyelenggaraan
pemilihan umum ada empat, yaitu sebagai berikut.
1.
Untuk melaksanakan prinsip hak asasi warga negara.
2.
Untuk memungkinkan terjadinya proses peralihan ke pemimpinan
pemerintahan secara tertib dan damai.
3.
Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.
4.
Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
dilaksanakan setiap lima tahun sekali yang meliputi : 1. proses pendaftaran
peserta Pemilu,
2. penetapan,
3.pemungutan
suara sampai penetapan hasil Pemilu.
Lembaga penyelenggara pemilu
adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Demikian pula di lembaga eksekutif, rakyat sendirilah yang
harus memilih presiden, gubernur, bupati dan walikota untuk memimpin jalannya
pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun tingkat kabupaten atau
kota. Sistem Pemilu yang diterapkan di Indonesia adalah sebagai
berikut.
a. Sistem Mekanis dan Organis
Sistem pemilihan mekanis
mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yang melihat rakyat sebagai massa
individu yang sama. Sementara itu, dalam sistem pemilihan yang bersifat
organis, menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam
berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan rumah tangga, keluarga, fungsi
tertentu (ekonomi, industri), lapisanl apisan sosial (buruh, tani,
cendekiawan), dan lembaga lembaga sosial (universitas). Menurut sistem mekanis,
lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyat
seluruhnya. Adapun menurut sistem organis, lembaga perwakilan rakyat
mencerminkan perwakilan dari berbagai kepentingan khusus persekutuan-persekutuan
hidup masing-masing.
b.Sistem
Distrikdan Proporsional
Sistem Distrik dan
proporsional biasa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1) Sistem
Perwakilan Distrik/Mayoritas
Wilayah negara
dibagi dalam distrik atau daerah daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan
jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.
Misalnya, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan 500 orang maka
wilayah negara dibagi menjadi 500 distrik atau daerah pemilihan.
2) Sistem Perwakilan Berimbang/Proporsional
Persentase kursi di lembaga
perwakilan rakyat dibagikan kepada setiap partai politik, sesuai dengan
persentase jumlah suara yang diperoleh setiap partai politik. Umpamanya, jumlah
pemilih yang sah pada suatu Pemilihan Umum mencapai 1.000.000 orang. Jumlah
kursi di lembaga perwakilan rakyat 100 kursi, berarti untuk satu orang wakil
rakyat dibutuhkan suara 10.000 suara.
II. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Sebagai arena pembelajaran
demokrasi, Pilkada langsung diharapkan akan membawa banyak manfaat bagi
perkembangan demokrasi, tatanan pemerintahan daerah, dan kinerja
lembaga-lembaga politik yang ada di daerah. Ada tiga tujuan mendasar mengapa
pilkada diselenggara kan secara langsung. Tujuan tersebut, yaitu sebagai
berikut.
Untuk membangun demokrasi tingkat
lokal. Melalui pilkada secara langsung diharapkan aspirasi dan kesejahteraan
rakyat langsung tertangani oleh kepala daerah terpilih.
Untuk menata dan mengelola
pemerintahan daerah (local democratic governance), semakin baik dan sejalan
dengan aspirasi serta kepentingan rakyat.
Untuk mendorong bekerjanya
lembaga-lembaga politik lokal. Melalui pilkada secara langsung diharapkan
lembaga-lembaga politik lokal dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan
rakyat.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai persyaratan calon dan tahapan Pilkada.
Adapun tahapan Pilkada di antaranya
meliputi:
1.
pendataan peserta pemilih,
2.
penetapan bakal calon,
3.
proses pemilihan hingga
penetapan hasil Pilkada
Semua tahapan tersebut sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai pelaksana
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di setiap daerah yang ada di Indonesia.
Adapun persyaratan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
sesuai dengan Pasal 58 UU No. 32 Tahun 2004, di antaranya sebagai berikut.
1.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Setia kepada Pancasila, UUD 1945, cita-citanProklamasi 17 Agustus
1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Pendidikan sekurang-kurangnya SLTA atau sederajat.
4.
Usia sekurang-kurangnya 30 tahun.
5.
Sehat jasmani dan rohani.
6.
Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan dengan kekuatan hukum tetap karena tindak pidana dengan ancaman
hukuman 5 tahun atau lebih.
Beberapa tahapan yang harus
dilalui sebelum pilkada yaitu sebagai berikut.
a.Masa persiapan yang meliputi
pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai masa berakhirnya masa jabatan
kepala daerah.
b.Tahap perencanaan penyelenggaraan,
pembentukan panitia pengawas (Panwas), Panitia Pemilu Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS), dan Ketua Panitia Pemilihan Sementara (KPPS),
pemberitahuan dan pendaftaran pemantau KPUD.
Tahap pengumuman yang dilakukan
empat bulan sebelum pencoblosan, selain itu juga dilakukan pendaftaran calon, pemeriksaan calon, penetapan pasangan calon dan penetapan nomor
urut calon yang dilakukan dengan undian.
Lalu satu bulan sebelum hari pencoblosan,
dimulai masa kampanye yang berlangsung selama 14 hari. Dilanjutkan dengan masa
tenang serta pencoblosan suara.
Kemudian dilanjutkan penghitungan
suara secara berjenjang dari tingkat TPS sampai dengan penetapan hasil Pilkada
pada tingkat daerah penyelenggaraan Pilkada (KPUD).
Di tingkat provinsi, Pilkada
dilaksanakan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat di provinsi setempat. Adapun di tingkat kota dan
kabupaten, Pilkada dilaksanakan untuk memilih walikota dan bupati beserta
wakilnya dalam satu paket pasangan. Mereka memiliki tugas dan kewenangan dalam
memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
dengan DPRD
C.Tahun-Tahun Pemilihan Umum Di
Indonesia.
SEKILAS PEMILU DI INDONESIA
(Dari Tahun 1955 s/d Tahun 2009)
Visi dan Misi Penyelenggara Pemilihan Umum Di Indonesia
============================================
VISI:
-----
Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki
integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi terciptanya
demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
MISI:
-----
1.Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi,
kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum;
2.Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan
Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab;
3.Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih, efisien dan
efektif;
4.Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil dan
setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5.Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilihan
Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
-----------------------------------------
KILAS BALIK PEMILU DI INDONESIA
DARI MASA KE MASA (Dari Tahun 1955 s/d Tahun 2009)
===============================
Sejak kemerdekaan tahun 1945, Indonesia telah melewati berbagai macam Pemilu.
Berikut kilas balik Pemilu - Pemilu yang pernah diaksanakan di Indonesia:
KITA MENGETAHUI BAHWA PEMILU DI INDONESIA TELAH DISELENGGARAKAN SEBANYAK 10
(SEPULUH ) KALI. PEMILU PERTAMA DISELENGGARAKAN PADA TAHUN 1955 DAN KEMUDIAN
SECARA BERTURUT-TURUT PADA TAHUN 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004
DAN PADA TAHUN INI (2004) KITA TELAH MENGIKUTI PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD
PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA PADA TAHUN 2009 dan dilanjutkan dengan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden 2009 (Tahap I 8 Juli 2009 dan Tahap II tanggal 9
September 2009).
BERIKUT KAMI SAMPAIKAN KILAS BALIK SECARA SINGKAT SEJARAH PEMILU DI INDONESIA
SEBAGAI REVIEW KITA SEMUA DALAM PELAKSANAAN PEMILU YANG TELAH DILAKSANAKAN DI
INDONESIA.
1. PEMILU 1955.
INI MERUPAKAN PEMILU YANG PERTAMA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA. WAKTU ITU
REPUBLIK INDONESIA BERUSIA 10 TAHUN. PEMILU TAHUN 1955 INI DILAKSANAKAN SAAT
KEAMANAN NEGARA MASIH KURANG KONDUSIF; BEBERAPA DAERAH DIRUNDUNG KEKACAUAN OLEH
DI/TII (DARUL ISLAM/TENTARA ISLAM INDONESIA) KHUSUSNYA PIMPINAN KARTOSUWIRYO.
DALAM KEADAAN SEPERTI INI, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA DAN POLISI JUGA MEMILIH.
MEREKA YANG BERTUGAS DI DAERAH RAWAN DIGILIR DATANG KE TEMPAT PEMILIHAN. PEMILU
AKHIRNYA PUN BERLANGSUNG AMAN.
PEMILU INI BERTUJUAN UNTUK MEMILIH ANGGOTA-ANGGOTA DPR DAN KONSTITUANTE. JUMLAH
KURSI DPR YANG DIPEREBUTKAN BERJUMLAH 260, SEDANGKAN KURSI KONSTITUANTE
BERJUMLAH 520 (DUA KALI LIPAT KURSI DPR) DITAMBAH 14 WAKIL GOLONGAN MINORITAS
YANG DIANGKAT PEMERINTAH.
UU NO. 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILU ADALAH UU YANG MENJADI PAYUNG HUKUM PEMILU
1955 YANG DISELENGGARAKAN SECARA LANGSUNG, UMUM, BEBAS DAN RAHASIA.
PERIODE DEMOKRASI TERPIMPIN
SANGAT DISAYANGKAN, KISAH SUKSES PEMILU 1955, AKHIRNYA TIDAK BISA DILANJUTKAN
DAN HANYA MENJADI CATATAN EMAS SEJARAH. PEMILU PERTAMA ITU TIDAK BERLANJUT
DENGAN PEMILU KEDUA LIMA TAHUN BERIKUTNYA, MESKIPUN PADA 1958 PEJABAT PRESIDEN
SUKARNO SUDAH MELANTIK PANITIA PEMILIHAN INDONESIA II. YANG TERJADI KEMUDIAN ADALAH
BERUBAHNYA FORMAT POLITIK DENGAN KELUARNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959, SEBUAH
KEPUTUSAN PRESIDEN UNTUK MEMBUBARKAN KONSTITUANTE DAN PERNYATAAN KEMBALI KE UUD
1945 YANG DIPERKUAT ANGAN-ANGAN PRESIDEN SOEKARNO MENGUBURKAN PARTAI-PARTAI.
DEKRIT ITU KEMUDIAN MENGAKHIRI REZIM DEMOKRASI DAN MENGAWALI OTORITERIANISME
KEKUASAAN DI INDONESIA, YANG -- MEMINJAM ISTILAH PROF ISMAIL SUNNY-- SEBAGAI
KEKUASAAN NEGARA, BUKAN LAGI MENGACU KEPADA DEMOCRACY BY LAW, TETAPI DEMOCRACY
BY DECREE.
OTORITERIANISME PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEKARNO MAKIN JELAS KETIKA PADA 4 JUNI
1960. BELIAU MEMBUBARKAN DPR HASIL PEMILU 1955, SETELAH SEBELUMNYA DEWAN
LEGISLATIF ITU MENOLAK RAPBN YANG DIAJUKAN PEMERINTAH. PRESIDEN SOEKARNO SECARA
SEPIHAK DENGAN SENJATA DEKRIT 5 JULI 1959 MEMBENTUK DPR-GOTONG ROYONG (DPR-GR)
DAN MPR SEMENTARA (MPRS) YANG SEMUA ANGGOTANYA DIANGKAT PRESIDEN.
PENGANGKATAN KEANGGOTAAN MPR DAN DPR, DALAM ARTI TANPA PEMILIHAN, MEMANG TIDAK
BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945. KARENA UUD 1945 TIDAK MEMUAT KLAUSUL TENTANG TATA
CARA MEMILIH ANGGOTA DPR DAN MPR. TETAPI, KONSEKUENSI PENGANGKATAN ITU ADALAH
TERKOOPTASINYA KEDUA LEMBAGA ITU DI BAWAH PRESIDEN. PADAHAL MENURUT UUD 1945,
MPR ADALAH PEMEGANG KEKUASAAN TERTINGGI, SEDANGKAN DPR NEBEN ATAU SEJAJAR
DENGAN PRESIDEN.
SAMPAI PRESIDEN SOEKARNO DIBERHENTIKAN OLEH MPRS MELALUI SIDANG ISTIMEWA BULAN
MARET 1967 (KETETAPAN XXXIV/MPRS/ 1967) SETELAH MELUASNYA KRISIS POLITIK,
EKONOMI DAN SOSIAL PASCAKUDETA
G 30 S/PKI YANG GAGAL SEMAKIN LUAS, REZIM YANG KEMUDIAN DIKENAL DENGAN SEBUTAN
DEMOKRASI TERPIMPIN ITU TIDAK PERNAH SEKALIPUN MENYELENGGARAKAN PEMILU.
MALAH PADA 1963 MPRS YANG ANGGOTANYA DIANGKAT MENETAPKAN SOEKARNO, ORANG YANG
MENGANGKATNYA, SEBAGAI PRESIDEN SEUMUR HIDUP. INI ADALAH SATU BENTUK KEKUASAAN
OTORITER YANG MENGABAIKAN KEMAUAN RAKYAT TERSALURKAN LEWAT PEMILIHAN BERKALA
2. PEMILU 1971
KETIKA JENDERAL SOEHARTO DIANGKAT OLEH MPRS MENJADI PEJABAT PRESIDEN
MENGGANTIKAN BUNG KARNO DALAM SIDANG ISTIMEWA MPRS 1967, IA JUGA TIDAK
SECEPATNYA MENYELENGGARAKAN PEMILU UNTUK MENCARI LEGITIMASI KEKUASAAN TRANSISI.
MALAH KETETAPAN MPRS XI TAHUN 1966 YANG MENGAMANATKAN AGAR PEMILU BISA
DISELENGGARAKAN DALAM TAHUN 1968, KEMUDIAN DIUBAH LAGI PADA SI MPR 1967, OLEH
JENDERAL SOEHARTO DENGAN MENETAPKAN BAHWA PEMILU AKAN DISELENGGARAKAN DALAM
TAHUN 1971.
SEBAGAI PEJABAT PRESIDEN PAK HARTO TETAP MENGGUNAKAN MPRS DAN DPR-GR BENTUKAN
BUNG KARNO, HANYA SAJA IA MELAKUKAN PEMBERSIHAN LEMBAGA TERTINGGI DAN TINGGI
NEGARA TERSEBUT DARI SEJUMLAH ANGGOTA YANG DIANGGAP BERBAU ORDE LAMA.
PADA PRAKTEKNYA PEMILU KEDUA BARU BISA DISELENGGARAKAN TANGGAL 5 JULI 1971,
YANG BERARTI SETELAH 4 TAHUN PAK HARTO BERADA DI KURSI KEPRESIDENAN. PADA WAKTU
ITU KETENTUAN TENTANG KEPARTAIAN (TANPA UU) KURANG LEBIH SAMA DENGAN YANG
DITERAPKAN PRESIDEN SOEKARNO.
UU YANG DIADAKAN ADALAH UU TENTANG PEMILU DAN SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR,
DAN DPRD. MENJELANG PEMILU 1971, PEMERINTAH BERSAMA DPR GR MENYELESAIKAN UU NO.
15 TAHUN 1969 TENTANG PEMILU DAN UU NO. 16 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR,
DPR DAN DPRD. PENYELESAIAN UU ITU SENDIRI MEMAKAN WAKTU HAMPIR TIGA TAHUN.
HAL YANG SANGAT SIGNIFIKAN YANG BERBEDA DENGAN PEMILU 1955 ADALAH BAHWA PARA
PEJEBAT NEGARA PADA PEMILU 1971 DIHARUSKAN BERSIKAP NETRAL. SEDANGKAN PADA
PEMILU 1955 PEJABAT NEGARA, TERMASUK PERDANA MENTERI YANG BERASAL DARI PARTAI
BISA IKUT MENJADI CALON PARTAI SECARA FORMAL. TETAPI PADA PRAKTEKNYA PADA
PEMILU 1971 PARA PEJABAT PEMERINTAH BERPIHAK KEPADA SALAH SATU PESERTA PEMILU,
YAITU GOLKAR. JADI SESUNGGUHNYA PEMERINTAH PUN MEREKAYASA KETENTUAN-KETENTUAN
YANG MENGUNTUNGKAN GOLKAR SEPERTI MENETAPKAN SELURUH PEGAWAI NEGERI SIPIL HARUS
MENYALURKAN ASPIRASINYA KEPADA SALAH SATU PESERTA PEMILU ITU.
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMBAGIAN KURSI, CARA PEMBAGIAN YANG DIGUNAKAN DALAM
PEMILU 1971 BERBEDA DENGAN PEMILU 1955. DALAM PEMILU 1971, YANG MENGGUNAKAN UU
NO. 15 TAHUN 1969 SEBAGAI DASAR, SEMUA KURSI TERBAGI HABIS DI SETIAP DAERAH
PEMILIHAN. CARA INI TERNYATA MAMPU MENJADI MEKANISME TIDAK LANGSUNG UNTUK
MENGURANGI JUMLAH PARTAI YANG MERAIH KURSI DIBANDINGKAN PENGGUNAAN SISTEM KOMBINASI.
TETAPI, KELEMAHANNYA SISTEM DEMIKI-AN LEBIH BANYAK MENYEBABKAN SUARA PARTAI
TERBUANG PERCUMA.
PEMILU 1977, 1982, 1987, 1992, DAN 1997.
SETELAH 1971, PELAKSANAAN PEMILU YANG PERIODIK DAN TERATUR MULAI TERLAKSANA.
PEMILU KETIGA DISELENGGARAKAN 6 TAHUN LEBIH SETELAH PEMILU 1971, YAKNI TAHUN
1977, SETELAH ITU SELALU TERJADWAL SEKALI DALAM 5 TAHUN. DARI SEGI JADWAL SEJAK
ITULAH PEMILU TERATUR DILAKSANAKAN.
SATU HAL YANG NYATA PERBEDAANNYA DENGAN PEMILU-PEMILU SEBELUMNYA ADALAH BAHWA
SEJAK PEMILU 1977 PESERTANYA JAUH LEBIH SEDIKIT, DUA PARPOL DAN SATU GOLKAR.
INI TERJADI SETELAH SEBELUMNYA PEMERINTAH BERSAMA-SAMA DENGAN DPR BERUSAHA
MENYEDERHANAKAN JUMLAH PARTAI DENGAN MEMBUAT UU NO. 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI
POLITIK DAN GOLKAR. KEDUA PARTAI ITU ADALAH PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN ATAU
PPP DAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA ATAU PDI) DAN SATU GOLONGAN KARYA ATAU
GOLKAR. JADI DALAM 5 KALI PEMILU, YAITU PEMILU 1977, 1982, 1987, 1992, DAN 1997
PESERTANYA HANYA TIGA TADI.
HASILNYA PUN SAMA, GOLKAR SELALU MENJADI PEMENANG, SEDANGKAN PPP DAN PDI
MENJADI PELENGKAP ATAU SEKEDAR ORNAMEN. GOLKAR BAHKAN SUDAH MENJADI PEMENANG
SEJAK PEMILU 1971. KEADAAN INI SECARA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG MEMBUAT
KEKUASAAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF BERADA DI BAWAH KONTROL GOLKAR.
3. PEMILU 1977
PEMUNGUTAN SUARA PEMILU 1977 DILAKUKAN 2 MEI 1977. CARA PEMBAGIAN KURSI MASIH
DILAKUKAN SEPERTI DALAM PEMILU 1971, YAKNI MENGIKUTI SISTEM PROPORSIONAL DI
DAERAH PEMILIHAN. DARI 70.378.750 PEMILIH, SUARA YANG SAH MENCAPAI 63.998.344
SUARA ATAU 90,93 PERSEN. DARI SUARA YANG SAH ITU GOLKAR MERAIH 39.750.096 SUARA
ATAU 62,11 PERSEN. NAMUN PEROLEHAN KURSINYA MENURUN MENJADI 232 KURSI ATAU
KEHILANGAN 4 KURSI DIBANDINGKAN PEMILU 1971. PADA PEMILU 1977 SUARA PPP NAIK DI
BERBAGAI DAERAH, BAHKAN DI DKI JAKARTA DAN DI ACEH MENGALAHKAN GOLKAR. SECARA
NASIONAL PPP BERHASIL MERAIH 18.743.491 SUARA, 99 KURSI ATAU NAIK 2,17 PERSEN,
ATAU BERTAMBAH 5 KURSI DIBANDING GABUNGAN KURSI 4 PARTAI ISLAM DALAM PEMILU
1971. KENAIKAN SUARA PPP TERJADI DI BANYAK BASIS-BASIS EKS MASJUMI. INI SEIRING
DENGAN TAMPILNYA TOKOH UTAMA MASJUMI MENDUKUNG PPP. TETAPI KENAIKAN SUARA PPP
DI BASIS-BASIS MASJUMI DIIKUTI PULA OLEH PENURUNAN SUARA DAN KURSI DI
BASIS-BASIS NU, SEHINGGA KENAIKAN SUARA SECARA NASIONAL TIDAK BEGITU BESAR. PPP
BERHASIL MENAIKKAN 17 KURSI DARI SUMATERA, JAKARTA, JAWA BARAT DAN KALIMANTAN,
TETAPI KEHILANGAN 12 KURSI DI JAWA TENGAH, YOGYAKARTA, JAWA TIMUR DAN SULAWESI
SELATAN. SECARA NASIONAL TAMBAHAN KURSI HANYA 5.
PDI JUGA MEROSOT PEROLEHAN KURSINYA DIBANDING GABUNGAN KURSI PARTAI-PARTAI YANG
BERFUSI SEBELUMNYA, YAKNI HANYA MEMPEROLEH 29 KURSI ATAU BERKURANG 1 KURSI DI
BANDING GABUNGAN SUARA PNI, PARKINDO DAN PARTAI KATOLIK.
4. PEMILU 1982
PEMUNGUTAN SUARA PEMILU 1982 DILANGSUNGKAN SECARA SERENTAK PADA TANGGAL 4 MEI
1982. PADA PEMILU INI PEROLEHAN SUARA DAN KURSI SECARA NASIONAL GOLKAR
MENINGKAT, TETAPI GAGAL MEREBUT KEMENANGAN DI ACEH. HANYA JAKARTA DAN
KALIMANTAN SELATAN YANG BERHASIL DIAMBIL GOLKAR DARI PPP. SECARA NASIONAL
GOLKAR BERHASIL MEREBUT TAMBAHAN 10 KURSI DAN ITU BERARTI KEHILANGAN
MASING-MASING 5 KURSI BAGI PPP DAN PDI GOLKAR MERAIH 48.334.724 SUARA ATAU 242
KURSI. ADAPUN CARA PEMBAGIAN KURSI PADA PEMILU INI TETAP MENGACU PADA KETENTUAN
PEMILU 1971.
5. PEMILU 1987
PEMUNGUTAN SUARA PEMILU 1987 DISELENGGARAKAN 23 APRIL 1987 SECARA SERENTAK DI
SELURUH TANAH AIR. DARI 93.737.633 PEMILIH, SUARA YANG SAH MENCAPAI 85.869.816
ATAU 91,32 PERSEN. CARA PEMBAGIAN KURSI JUGA TIDAK BERUBAH, YAITU TETAP MENGACU
PADA PEMILU SEBELUMNYA.
HASIL PEMILU KALI INI DITANDAI DENGAN KEMEROSOTAN TERBESAR PPP, YAKNI HILANGNYA
33 KURSI DIBANDINGKAN PEMILU 1982, SEHINGGA HANYA MENDAPAT 61 KURSI. PENYEBAB
MEROSOTNYA PPP ANTARA LAIN KARENA TIDAK BOLEH LAGI PARTAI ITU MEMAKAI ASAS
ISLAM DAN DIUBAHNYA LAMBANG DARI KA'BAH KEPADA BINTANG DAN TERJADINYA
PENGGEMBOSAN OLEH TOKOH- TOKOH UNSUR NU, TERUTAMA JAWA TIMUR DAN JAWA TENGAH.
SEMENTARA ITU GOLKAR MEMPEROLEH TAMBAHAN 53 KURSI SEHINGGA MENJADI 299 KURSI.
PDI, YANG TAHUN 1986 DAPAT DIKATAKAN MULAI DEKAT DENGAN KEKUASAAN, SEBAGAIMANA
DIINDIKASIKAN DENGAN PEMBENTUKAN DPP PDI HASIL KONGRES 1986 OLEH MENTERI DALAM
NEGERI SOEPARDJO RUSTAM, BERHASIL MENAMBAH PEROLEHAN KURSI SECARA SIGNIFIKAN
DARI 30 KURSI PADA PEMILU 1982 MENJADI 40 KURSI PADA PEMILU 1987 INI.
6. PEMILU 1992
CARA PEMBAGIAN KURSI UNTUK PEMILU 1992 JUGA MASIH SAMA DENGAN PEMILU
SEBELUMNYA. HASIL PEMILU YANG PEMUNGUTAN SUARANYA DILAKSANAKAN TANGGAL 9 JUNI
1992 INI PADA WAKTU ITU AGAK MENGAGETKAN BANYAK ORANG. SEBAB, PEROLEHAN SUARA
GOLKAR KALI INI MEROSOT DIBANDINGKAN PEMILU 1987. KALAU PADA PEMILU 1987
PEROLEHAN SUARANYA MENCAPAI 73,16 PERSEN, PADA PEMILU 1992 TURUN MENJADI 68,10
PERSEN, ATAU MEROSOT 5,06 PERSEN. PENURUNAN YANG TAMPAK NYATA BISA DILIHAT PADA
PEROLEHAN KURSI, YAKNI MENURUN DARI 299 MENJADI 282, ATAU KEHILANGAN 17 KURSI
DIBANDING PEMILU SEBELUMNYA.
PPP JUGA MENGALAMI HAL YANG SAMA, MESKI MASIH BISA MENAIKKAN 1 KURSI DARI 61
PADA PEMILU 1987 MENJADI 62 KURSI PADA PEMILU 1992 INI. TETAPI DI LUAR JAWA
SUARA DAN KURSI PARTAI BERLAMBANG KA’BAH ITU MEROSOT. PADA PEMILU 1992 PARTAI
INI KEHILANGAN BANYAK KURSI DI LUAR JAWA, MESKI ADA PENAMBAHAN KURSI DARI JAWA
TIMUR DAN JAWA TENGAH. MALAH PARTAI ITU TIDAK MEMILIKI WAKIL SAMA SEKALI DI 9
PROVINSI, TERMASUK 3 PROVINSI DI SUMATERA. PPP MEMANG BERHASIL MENAIKKAN
PEROLEHAN 7 KURSI DI JAWA, TETAPI KARENA KEHILANGAN 6 KURSI DI SUMATERA,
AKIBATNYA PARTAI ITU HANYA MAMPU MENAIKKAN 1 KURSI SECARA NASIONAL.
YANG BERHASIL MENAIKKAN PEROLEHAN SUARA DAN KURSI DI BERBAGAI DAERAH ADALAH
PDI. PADA PEMILU 1992 INI PDI BERHASIL MENINGKATKAN PEROLEHAN KURSINYA 16 KURSI
DIBANDINGKAN PEMILU 1987, SEHINGGA MENJADI 56 KURSI. INI ARTINYA DALAM DUA
PEMILU, YAITU 1987 DAN 1992, PDI BERHASIL MENAMBAH 32 KURSINYA DI DPR RI.
7. PEMILU 1997
SAMPAI PEMILU 1997 INI CARA PEMBAGIAN KURSI YANG DIGUNAKAN TIDAK BERUBAH, MASIH
MENGGUNAKAN CARA YANG SAMA DENGAN PEMILU 1971, 1977, 1982, 1987, DAN 1992.
PEMUNGUTAN SUARA DISELENGGARAKAN TANGGAL 29 MEI 1997. HASILNYA MENUNJUKKAN
BAHWA SETELAH PADA PEMILU 1992 MENGALAMI KEMEROSOTAN, KALI INI GOLKAR KEMBALI
MEREBUT SUARA PENDUKUNGNNYA. PEROLEHAN SUARANYA MENCAPAI 74,51 PERSEN, ATAU
NAIK 6,41. SEDANGKAN PEROLEHAN KURSINYA MENINGKAT MENJADI 325 KURSI, ATAU
BERTAMBAH 43 KURSI DARI HASIL PEMILU SEBELUMNYA.
PPP JUGA MENIKMATI HAL YANG SAMA, YAITU MENINGKAT 5,43 PERSEN. BEGITU PULA
UNTUK PEROLEHAN KURSI. PADA PEMILU 1997 INI PPP MERAIH 89 KURSI ATAU MENINGKAT
27 KURSI DIBANDINGKAN PEMILU 1992. DUKUNGAN TERHADAP PARTAI ITU DI JAWA SANGAT
BESAR.
SEDANGKAN PDI, YANG MENGALAMI KONFLIK INTERNAL DAN TERPECAH ANTARA PDI SOERJADI
DENGAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI SETAHUN MENJELANG PEMILU, PEROLEHAN SUARANYA
MEROSOT 11,84 PERSEN, DAN HANYA MENDAPAT 11 KURSI, YANG BERARTI KEHILANGAN 45
KURSI DI DPR DIBANDINGKAN PEMILU 1992.
PEMILU KALI INI DIWARNAI BANYAK PROTES. PROTES TERHADAP KECURANGAN TERJADI DI
BANYAK DAERAH. BAHKAN DI KABUPATEN SAMPANG, MADURA, PULUHAN KOTAK SUARA DIBAKAR
MASSA KARENA KECURANGAN PENGHITUNGAN SUARA DIANGGAP KETERLALUAN. KETIKA DI
BEBERAPA TEMPAT DI DAERAH ITU PEMILU DIULANG PUN, TETAPI PEMILIH, KHUSUSNYA
PENDUKUNG PPP, TIDAK MENGAMBIL BAGIAN.
8. PEMILU 1999
SETELAH PRESIDEN SOEHARTO DILENGSERKAN DARI KEKUASAANNYA PADA TANGGAL 21 MEI
1998 JABATAN PRESIDEN DIGANTIKAN OLEH WAKIL PRESIDEN BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE.
ATAS DESAKAN PUBLIK, PEMILU YANG BARU ATAU DIPERCEPAT SEGERA DILAKSANAKAN,
SEHINGGA HASIL-HASIL PEMILU 1997 SEGERA DIGANTI. KEMUDIAN TERNYATA BAHWA PEMILU
DILAKSANAKAN PADA 7 JUNI 1999, ATAU 13 BULAN MASA KEKUASAAN HABIBIE.
PADA SAAT ITU UNTUK SEBAGIAN ALASAN DIADAKANNYA PEMILU ADALAH UNTUK MEMPEROLEH
PENGAKUAN ATAU KEPERCAYAAN DARI PUBLIK, TERMASUK DUNIA INTERNASIONAL, KARENA
PEMERINTAHAN DAN LEMBAGA-LEMBAGA LAIN YANG MERUPAKAN PRODUK PEMILU 1997 SUDAH
DIANGGAP TIDAK DIPERCAYA. HAL INI KEMUDIAN DILANJUTKAN DENGAN PENYELENGGARAAN
SIDANG UMUM MPR UNTUK MEMILIH PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN YANG BARU.
INI BERARTI BAHWA DENGAN PEMILU DIPERCEPAT, YANG TERJADI BUKAN HANYA BAKAL
DIGANTINYA KEANGGOTAAN DPR DAN MPR SEBELUM SELESAI MASA KERJANYA, TETAPI
PRESIDEN HABIBIE SENDIRI MEMANGKAS MASA JABATANNYA YANG SEHARUSNYA BERLANGSUNG
SAMPAI 2003, SUATU KEBIJAKAN DARI SEORANG PRESIDEN YANG BELUM PERNAH TERJADI
SEBELUMNYA.
SEBELUM MENYELENGGARAKAN PEMILU YANG DIPERCEPAT ITU, PEMERINTAH MENGAJUKAN RUU
TENTANG PARTAI POLITIK, RUU TENTANG PEMILU, DAN RUU TENTANG SUSUNAN DAN
KEDUDUKAN MPR, DPR DAN DPRD.
KETIGA DRAF UU INI DISIAPKAN SEBUAH TIM DEPDAGRI, YANG DISEBUT TIM 7, YANG
DIKETUAI OLEH PROF DR M RYAAS RASYID (REKTOR IIP DEPDAGRI, JAKARTA).
SETELAH RUU DISETUJUI DPR DAN DISAHKAN MENJADI UU, PRESIDEN MEMBENTUK KOMISI
PEMILIHAN UMUM (KPU) YANG ANGGOTA-ANGGOTANYA ADALAH WAKIL DARI PARTAI POLITIK
DAN WAKIL DARI PEMERINTAH.
SATU HAL YANG SECARA SANGAT MENONJOL MEMBEDAKAN PEMILU 1999 DENGAN
PEMILU-PEMILU SEBELUMNYA SEJAK 1971 ADALAH PEMILU 1999 INI DIIKUTI BANYAK
SEKALI PESERTA. INI DIMUNGKINKAN KARENA ADANYA KEBEBASAN UNTUK MENDIRIKAN
PARTAI POLITIK. PESERTA PEMILU KALI INI ADALAH 48 PARTAI. INI SUDAH JAUH LEBIH
SEDIKIT DIBANDINGKAN DENGAN JUMLAH PARTAI YANG ADA DAN TERDAFTAR DI DEPARTEMEN
KEHAKIMAN DAN HAM, YAKNI 141 PARTAI.
DALAM SEJARAH INDONESIA TERCATAT, BAHWA SETELAH PEMERINTAHAN PERDANA MENTERI
BURHANUDDIN HARAHAP, PEMERINTAHAN REFORMASI INILAH YANG MAMPU MENYELENGGARAKAN
PEMILU LEBIH CEPAT SETELAH PROSES ALIH KEKUASAAN. BURHANUDDIN HARAHAP BERHASIL
MENYELENGGARAKAN PEMILU HANYA SEBULAN SETELAH MENJADI PERDANA MENTERI
MENGGANTIKAN ALI SASTROAMIDJOJO, MESKI PERSIAPAN-PERSIAPANNYA SUDAH DIJALANKAN
JUGA OLEH PEMERINTAHAN SEBELUMNYA.
HABIBIE MENYELENGGARAKAN PEMILU SETELAH 13 BULAN SEJAK DIA NAIK KE KEKUASAAN,
MESKI PERSOALAN YANG DIHADAPI INDONESIA BUKAN HANYA KRISIS POLITIK, TETAPI YANG
LEBIH PARAH ADALAH KRISIS EKONOMI, SOSIAL, DAN PENEGAKAN HUKUM SERTA TEKANAN
INTERNASIONAL.
PEMILU 1999, MESKIPUN MASA PERSIAPANNYA TERGOLONG SINGKAT, PELAKSANAAN
PEMUNGUTAN SUARA PADA PEMILU 1999 INI BISA DILAKUKAN SESUAI JADWAL, YAKNI
TANGGAL 7 JUNI 1999. TIDAK SEPERTI YANG DIPREDIKSIKAN DAN DIKHAWATIRKAN BANYAK
PIHAK SEBELUMNYA, TERNYATA PEMILU 1999 BISA TERLAKSANA DENGAN DAMAI, TANPA ADA
KEKACAUAN YANG BERARTI. HANYA DI BEBERAPA DAERAH TINGKAT II DI SUMATRA UTARA
YANG PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARANYA TERPAKSA DIUNDUR SUARA SATU PEKAN. ITU PUN
KARENA ADANYA KETERLAMBATAN ATAS DATANGNYA PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN SUARA.
TETAPI TIDAK SEPERTI PADA PEMUNGUTAN SUARA YANG BERJALAN LANCAR, TAHAP
PENGHITUNGAN SUARA DAN PEMBAGIAN KURSI PADA PEMILU KALI INI SEMPAT MENGHADAPI
HAMBATAN. PADA TAHAP PENGHITUNGAN SUARA, 27 PARTAI POLITIK MENOLAK
MENANDATANGANI BERITA ACARA PERHITUNGAN SUARA DENGAN DALIH PEMILU BELUM JURDIL
(JUJUR DAN ADIL). SIKAP PENOLAKAN TERSEBUT DITUNJUKKAN DALAM SEBUAH RAPAT PLENO
KPU.
KARENA ADA PENOLAKAN, DOKUMEN RAPAT KPU KEMUDIAN DISERAHKAN PIMPINAN KPU KEPADA
PRESIDEN. OLEH PRESIDEN HASIL RAPAT DARI KPU TERSEBUT KEMUDIAN DISERAHKAN
KEPADA PANWASLU (PANITIA PENGAWAS PEMILU). PANWASLU DIBERI TUGAS UNTUK MENELITI
KEBERATAN-KEBERATAN YANG DIAJUKAN WAKIL-WAKIL PARTAI DI KPU YANG BERKEBERATAN
TADI. HASILNYA, PANWASLU MEMBERIKAN REKOMENDASI BAHWA PEMILU SUDAH SAH.
LAGIPULA MAYORITAS PARTAI TIDAK MENYERTAKAN DATA TERTULIS MENYANGKUT
KEBERATAN-KEBERATANNYA. PRESIDEN KEMUDIAN JUGA MENYATAKAN BAHWA HASIL PEMILU
SAH. HASIL FINAL PEMILU BARU DIKETAHUI MASYARARAKAT PADA 26 JULI 1999.
SETELAH DISAHKAN OLEH PRESIDEN, PPI (PANITIA PEMILIHAN INDONESIA) LANGSUNG
MELAKUKAN PEMBAGIAN KURSI. PADA TAHAP INI JUGA MUNCUL MASALAH. RAPAT PEMBAGIAN
KURSI DI PPI BERJALAN ALOT. HASIL PEMBAGIAN KURSI YANG DITETAPKAN KELOMPOK
KERJA PPI, KHUSUSNYA PEMBAGIAN KURSI SISA, DITOLAK OLEH KELOMPOK PARTAI ISLAM
YANG MELAKUKAN STEMBUS ACCOORD.
HASIL KELOMPOK KERJA PPI MENUNJUKKAN, PARTAI ISLAM YANG MELAKUKAN STEMBUS
ACCOORD HANYA MENDAPATKAN 40 KURSI. SEMENTARA KELOMPOK STEMBUS ACCOORD 8 PARTAI
ISLAM MENYATAKAN BAHWA MEREKA BERHAK ATAS 53 DARI 120 KURSI SISA.
PERBEDAAN PENDAPAT DI PPI TERSEBUT AKHIRNYA DISERAHKAN KEPADA KPU. DI KPU
PERBEDAAN PENDAPAT ITU AKHIRNYA DISELESAIKAN MELALUI VOTING DENGAN DUA OPSI.
OPSI PERTAMA, PEMBAGIAN KURSI SISA DIHITUNG DENGAN MEMPERHATIKAN SUARA STEMBUS
ACCOORD, SEDANGKAN OPSI KEDUA PEMBAGIAN TANPA STEMBUS ACCOORD. HANYA 12 SUARA
YANG MENDUKUNG OPSI PERTAMA, SEDANGKAN YANG MENDUKUNG OPSI KEDUA 43 SUARA.
LEBIH DARI 8 PARTAI WALK OUT. INI BERARTI BAHWA PEMBAGIAN KURSI DILAKUKAN TANPA
MEMPERHITUNGKAN LAGI STEMBUS ACCOORD.
BERBEKAL KEPUTUSAN KPU TERSEBUT, PPI AKHIRNYA DAPAT MELAKUKAN PEMBAGIAN KURSI
HASIL PEMILU PADA 1 SEPTEMBER 1999. HASIL PEMBAGIAN KURSI ITU MENUNJUKKAN, LIMA
PARTAI BESAR MEMBORONG 417 KURSI DPR ATAU 90,26 PERSEN DARI 462 KURSI YANG
DIPEREBUTKAN.
SEBAGAI PEMENANGNYA ADALAH PDI-P YANG MERAIH 35.689.073 SUARA ATAU 33,74 PERSEN
DENGAN PEROLEHAN 153 KURSI. GOLKAR MEMPEROLEH 23.741.758 SUARA ATAU 22,44
PERSEN SEHINGGA MENDAPATKAN 120 KURSI ATAU KEHILANGAN 205 KURSI DIBANDING
PEMILU 1997. PKB DENGAN 13.336.982 SUARA ATAU 12,61 PERSEN, MENDAPATKAN 51
KURSI. PPP DENGAN 11.329.905 SUARA ATAU 10,71 PERSEN, MENDAPATKAN 58 KURSI ATAU
KEHILANGAN 31 KURSI DIBANDING PEMILU 1997. PAN MERAIH 7.528.956 SUARA ATAU 7,12
PERSEN, MENDAPATKAN 34 KURSI. DI LUAR LIMA BESAR, PARTAI LAMA YANG MASIH IKUT,
YAKNI PDI MEROSOT TAJAM DAN HANYA MERAIH 2 KURSI DARI PEMBAGIAN KURSI SISA, ATAU
KEHILANGAN 9 KURSI DIBANDING PEMILU 1997
9. PEMILU 2004
PEMILU LEGISLATIF ADALAH TAHAP PERTAMA DARI RANGKAIAN TAHAPAN PEMILU 2004.
PEMILU LEGISLATIF INI DIIKUTI 24 PARTAI POLITIK, DAN TELAH DILAKSANAKAN PADA 5
APRIL 2004. PEMILU INI BERTUJUAN UNTUK MEMILIH PARTAI POLITIK (SEBAGAI
PERSYARATAN PEMILU PRESIDEN) DAN ANGGOTANYA UNTUK DICALONKAN MENJADI ANGGOTA
DPR, DPRD, DAN DPD. PARTAI-PARTAI POLITIK YANG MEMPEROLEH SUARA LEBIH BESAR
ATAU SAMA DENGAN TIGA PERSEN DAPAT MENCALONKAN PASANGAN CALONNYA UNTUK MAJU KE
TAHAP BERIKUTNYA, YAITU PADA PEMILU PRESIDEN PUTARAN PERTAMA.
PEMILIHAN UMUM INDONESIA 2004 ADALAH PEMILU PERTAMA YANG MEMUNGKINKAN RAKYAT
UNTUK MEMILIH PRESIDEN SECARA LANGSUNG, DAN CARA PEMILIHANNYA BENAR-BENAR
BERBEDA DARI PEMILU SEBELUMNYA. PADA PEMILU INI, RAKYAT DAPAT MEMILIH LANGSUNG
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN (SEBELUMNYA PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DIPILIH
OLEH MPR YANG ANGGOTA-ANGGOTANYA DIPILIH MELALUI PRESIDEN). SELAIN ITU, PADA
PEMILU INI PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TIDAK DILAKUKAN SECARA
TERPISAH (SEPERTI PEMILU 1999) -- PADA PEMILU INI, YANG DIPILIH ADALAH PASANGAN
CALON (PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN), BUKAN CALON PRESIDEN DAN
CALON WAKIL PRESIDEN SECARA TERPISAH.
PENTAHAPAN PEMILU 2004
PEMILU INI DIBAGI MENJADI MAKSIMAL TIGA TAHAP (MINIMAL DUA TAHAP):
TAHAP PERTAMA (ATAU PEMILU LEGISLATIF") ADALAH PEMILU UNTUK MEMILIH PARTAI
POLITIK (UNTUK PERSYARATAN PEMILU PRESIDEN) DAN ANGGOTANYA UNTUK DICALONKAN
MENJADI ANGGOTA DPR, DPRD, DAN DPD. TAHAP PERTAMA INI DILAKSANAKAN PADA 5 APRIL
2004.
TAHAP KEDUA (ATAU PEMILU PRESIDEN PUTARAN PERTAMA) ADALAH UNTUK MEMILIH
PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG. TAHAP KEDUA INI
DILAKSANAKAN PADA 5 JULI 2004.
TAHAP KETIGA (ATAU PEMILU PRESIDEN PUTARAN KEDUA) ADALAH BABAK TERAKHIR YANG
DILAKSANAKAN HANYA APABILA PADA TAHAP KEDUA BELUM ADA PASANGAN CALON YANG
MENDAPATKAN SUARA PALING TIDAK 50 PERSEN (BILA KEADAANNYA DEMIKIAN, DUA
PASANGAN CALON YANG MENDAPATKAN SUARA TERBANYAK AKAN DIIKUTSERTAKAN PADA PEMILU
PRESIDEN PUTARAN KEDUA. AKAN TETAPI, BILA PADA PEMILU PRESIDEN PUTARAN PERTAMA
SUDAH ADA PASANGAN CALON YANG MENDAPATKAN SUARA LEBIH DARI 50 PERSEN, PASANGAN
CALON TERSEBUT AKAN LANGSUNG DIANGKAT MENJADI PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN).
TAHAP KETIGA INI DILAKSANAKAN PADA 20 SEPTEMBER 2004.
10. PEMILU 2009
PELAKSANAAN 10 (SEPULUH) KALI PEMILU YANG TELAH DILAKSANAKAN TERSEBUT DAPAT
DIKATEGARIKAN DALAM 3 (TIGA) ERA ATAU ORDE YANG BERBEDA. MULAI DARI ORDE LAMA,
ORDE BARU DAN ORDE REFORMASI.
DARI BEBERAPA PELEKSANAAN PEMILU TERSEBUT, SEBENARNYA DAPAT DIKATAKAN BAHWA
RAKYAT INDONESIA TELAH CUKUP BERPENGALAMAN DAN TELAH MEMAHAMI TENTANG MAKSUD
DAN TUJUAN DISELENGGARAKAN PEMILU OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM SECARA LANGSUNG,
UMUM, BEBAS, RAHASIA, JUJUR, DAN ADIL SETIAP LIMA TAHUN SEKALI UNTUK MEMILIH
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, PRESIDEN DAN WAKIL
PRESIDEN DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, SEBAGAIBANA AMANAT PASAL 22 E BAB
VII B UNDANGUNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AYAT : (1) , (20,
(3), (4), (5), DAN (6).
PEMILIHAN UMUM SECARA LANGSUNG OLEH RAKYAT MULAI DILAKSANAKAN PADA TAHUN 2004
DAN DILANJUTKAN PADA PEMILU 2009 INI ADALAH MERUPAKAN SARANA PELAKSANAAN
KEDAULATAN RAKYAT GUNA MENGHASILKAN PEMERINTAHAN NEGARA YANG DEMOKRATIS BERDASARKAN
PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945, SESUAI
DENGAN TUNTUTAN DAN PERKEMBANGAN DINAMIKA MASYARAKAT SERTA AGAR DAPAT
TERSELENGGARA SECARA LEBIH BERKUALITAS DENGAN PARTISIPASI RAKYAT SELUAS-LUASNYA
DAN DILAKSANAKAN BERDASARKAN ASAS LANGSUNG, UMUM, BEBAS, RAHASIA, JUJUR, DAN
ADIL DAN MAMPU MENJAMIN PRINSIP KETERWAKILAN, AKUNTABILITAS, DAN LEGITIMASI
SEBAGAIMANA DITUANGKAN DALAM PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945 YANG DIUBAH SEBANYAK 4 (EMPAT) KALI PERUBAHAN. BAHKAN
GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL
WALIKOTA JUGA DILIH SECARA LANGSUNG OLEH RAKYAT.
Persyaratan Calon Presiden Dan Wakil
Presiden.
Persyaratan
Administrasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
1. Kartu
Tanda Penduduk dan akte kelahiran Warga negara Indonesia.
2. Surat
Keterangan Catatan Kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
3. Surat
Keterangan Kesehatan dari Rumah Sakit Pemerintah yang ditunjuk KPU.
4. Surat
Tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada
komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
5. Surat
Keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan
utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri.
6. Foto copy
NPWP dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir.
7. Daftar
Riwayat Hidup, Profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon.
8. Surat
pernyataan belum pernah menjabat presiden atau wakil Presiden selama 2 (dua)
kali masa Jabatan dalam jabatan yang sama.
9. Surat
pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945.
10. Surat
Keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan negeri yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
11. Bukti
kelulusan berupa foto copy ijazah, STTB, Syahadah, sertifikat, atau surat
keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program
pendidikan menengah.
12. Surat
Keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dengan G.30.S/PKI dari
kepolisian.
13. Surat
pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan
sebagai bakal calon presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara berpasangan.
E. Proses Pemilu presiden dan wakil
atacara atau prosedur
peilhan Presiden dan Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen IV, yaitu;
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat 1), setelah amandemen III;
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum (pasal 6A ayat 2), setelah amandemen III;
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan
suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan
umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap propinsi yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden (pasal 6A ayat 3), setelah
amandemen III;
d. Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.(pasal 6A ayat 4), setelah mandemen IV;
e. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
lebih lanjut diatur dalam Undang-undang (pasal 6A ayat 5), setelah
amandemen III.
f. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan (pasal 7), setelah amandemen I.
g. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presidperaturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan
Bangsa”. (pasal 9 ayat 1), setelah amandemen I.
h. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan
Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan dengan sungguh-sungguh
dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan
oleh Pimpinan Mahkamah Agung. (pasal 9 ayat 2), setelah amandemen I.17
Sedangkan tatacara pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden menurut TAP MPR No.VI/MPR/1999, yaitu;
a. Pasal 8
1. Fraksi dapat mengajukan calon Presiden.
2. Calon Presiden dapat juga diajukan oleh sekurang-kurangnya 70
orang anggota Majelis yang terdiri atas satu Fraksi atau lebih.
3. Masing-masing anggota Majelis hanya boleh menggunakan salah
satu cara pengajuan calon sebagaimana tersebut dalam ayat 1 dan 2
pasal ini.
b. Pasal 9
Calon Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ketetapan ini. Dapat
diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Majelis dengan melampirkan
persetujuan dari calon yang bersangkutan.
c. Pasal 10en dan Wakil Presiden: “Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undangundang
Dasar dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden dan Wakil Presiden : “Saya berjanji dengan sungguhsungguh
akan memenuhi kewajiban Presiden dan Wakil PresidenRepublik
Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan
1. Pengajuan usulan tersebut pada pasal 8 ketetapan ini, harus sudah
diterima oleh Majelis selambat-lambatnya 12 jam sebelum Rapat
Paripurna Pemilihan Presiden dibuka.
2. Pimpinan Majelis meneliti persyaratan calon dan persyaratan
pencalonan Presiden.
d. Pasal 11
Pimpinan Majelis mengumumkan nama calon Presiden yang telah
memenuhi persyaratan kepada Rapat Paripurna Majelis.
e. Pasal12
1. Calon Presiden yang telah diusulkan kepada Pimpinan Majelis,
pencalonannya dapat ditarik kembali oleh yang bersangkutan dan
atau oleh pihak yang mengusulkan melalui Pimpinan Majelis.
2. Apabila penarikan kembali dilakukan sebelum calon-calon Presiden
diumumkan oleh pimpinan Majelis, maka dimungkinkan untuk
dilakukan. Penggantian calon yang bersangkutan dengan tetap
memenuhi persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam pasal
8, 9, 10 dan 11 ketetapan ini.
3. Apabila penarikan kembali itu dilakaukan setelah calon-calon
Presiden diumumkan oleh Pimpinan Majelis, maka tidak
dimungkinkan untuk dilakukan penggantian.
f. Pasal 13
1. Apabila calon yang diajukan lebih dari satu orang, maka pemilihan
dilakukan dengan pemungut suara secara rahasia.
2. Apabila calon yang diusulkan ternyata hanya satu orang, maka calon
tersebut disahkan oleh Rapat Paripurna Majelis menjadi Presiden.
g. Pasal 14
Dalam hal ini dilakukan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat 1 ketetapan ini, maka calon Presiden yang
memperoleh suara sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah
anggota Majelis yang hadir untuk ditetapkan sebagai Presiden
terpilih.
h. Pasal 15
Dalam hal ini penghitungan suara ternyata tidak ada calon yang
memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap tiga calon yang memperoleh
suara lebih banyak dari calon yang lain, diadakan pemungutan suara
ulang secara rahasia.
i. Pasal 16
Dalam hal pemungutan suara ternyata tidak ada calon yang
memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap dua calon memperoleh suara
ulang secara rahasia.
j. Pasal 17
Apabila hasil penghitungan suara berdasarkan pasal 16 ketetapan ini,
ternyata masing-masing calon memperoleh jumlah suara yang sama
banyaknya, atau ternya tidak ada yang memperoleh suara lebih dari
separuh jumlah Anggota Majelis yang hadir, maka diadakan
pemungutan suara ulang secara rahasia.
k. Pasal 18
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 17 ketetapan ini ternyata masing-masing calon
memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau tidak ada calon
yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah Anggota Majelis
yang hadir, maka pemilihan diulang dengan penundaan selambatlambatnya
1 x 24 jam.
l. Pasal 19
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 ketetapan ini, ternyata masing-masing
calon masih tetap memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya
atau belum ada calon yang memperoleh suara lebih dari separuh,
maka pengusul harus mengajukan calon Presiden yang lain untuk
dilakaukan pemilihan ulang dan pemungutan suara dilakukan secara
rahasia.
E.Pengertian dan Tugas
KPU
KPU adalah badan
penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri sebagaimana dimaksud Pasal
8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. (Pasal 1
Angka 6 UU Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah).
Tugas dan Wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk
melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan
Umum;
menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai
Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang
selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai
dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut
TPS;
menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD
II untuk setiap daerah pemilihan;
menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua
daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta
data hasil Pemilihan Umum;
memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
terdapat tambahan huruf:
tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun
1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai
dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan
Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.
|
F.Ketentuan Kampanye
Larangan Dalam Pemilu
UU Larangan dalam Pemilu dan
Sanksinya..
Pasal
74
Dalam kampanye Pemilu dilarang:
a.
mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta Pemilu
yang lain;
c.
menghasut dan mengadu domba antarperseorangan maupun antarkelompok masyarakat;
d.
mengganggu ketertiban umum;
e.
mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan
kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta Pemilu yang
lain;
f.
merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
g.
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Pasal 75
(1).
Dalam kampanye Pemilu, dilarang melibatkan :
a.
Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/Hakim Mahkamah Agung/ Hakim Mahkamah Konstitusi
dan hakim-hakim pada semua badan peradilan;
b.
Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c.
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia;
d.
Pejabat BUMN/BUMD;
e.
Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;
f.
Kepala Desa atau sebutan lain.
(2).
Pejabat Negara yang berasal dari partai politik yaitu Presiden/Wakil
Presiden/Menteri/Gubernur/Wakil Gubernur/ Bupati/Wakil Bupati/ Walikota/Wakil
Walikota, dalam kampanye harus memenuhi ketentuan :
a.
tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;
b.
menjalani cuti di luar tanggungan negara;
c.
pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas
penyelenggaraan negara.
(3).
Partai Politik Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam Pemilu.
Pasal 76
(1).
Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f, merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2).
Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d, huruf f, dan huruf g, yang
merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi:
a.
peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye Pemilu melanggar larangan
walaupun belum terjadi gangguan;
b.
penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh
daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan
yang berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain.
(3).
Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
(4).
Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa
kampanye Pemilu oleh KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota.
Pasal
77
(1).
Selama masa kampanye sampai dilaksanakan pemungutan suara, calon anggota DPR,
DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
(2).
Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan batal sebagai calon oleh KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/ Kota.
(3).
Tata cara pembatalan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
KPU.
G.Pemilihan Kepala Daerah
Di Indonesia, saat ini pemilihan kepala daerah dilakukan
secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat yang
memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan
wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud
mencakup:
Sejarah
Sebelum tahun 2005, kepala daerah
dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam
rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau
disingkat Pemilukada. Pemilihan
kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah
Pilkada
DKI Jakarta 2007.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang
baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]
Penyelenggaraan
Peserta
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal
dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah
Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal
menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga
dapat diusulkan oleh partai politik lokal
Daftar
menurut tahun
Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia
2.1. Menjelaskan Proses Pemilu dan Pilkada
Lembaga-lembaga Negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR
Susunan lembaga-lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia telah dilakukan penyempurnaan sesuai dengan aspirasi
rakyat, sehingga mengalami beberapa perubahan. Perubahan yang sangat jelas
terlihat pada kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebelum UUD 1945
diamandemen, kedudukan MPR berada lebih tingggi dari lembaga-lembaga tinggi
lainnnya. Namun, setelah UUD 1945 mengalami amandemen kedudukan MPR
disejajarkan dengan lembaga-lembaga tinggi lainnnya, seperti DPR, MA, DPA, BPK,
dan Presiden. Disamping itu juga dibentuk lembaga-lembaga tinggi negara lain.
Lihat bagan di bawah ini!
|
Lembaga-Lembaga Negara sesuai dengan
UUD 1945 Sebelum Amandemen
|
|
Lembaga-Lembaga Negara sesuai dengan
UUD 1945 Setelah Amandemen
|
Lembaga negara yang memegang kekuasaan menurut UUD
1945 hasil amandemen adalah MPR, DPR, presiden, MA, MK, dan BPK.
Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan
keputusan presiden. Masa jabatan anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan
pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku
jabatannya, anggota MPR mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh
Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.
Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi
negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan
UUD 1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan
Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
melantik presiden dan wakil presiden;
memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa
jabatannya menurut undang-undang dasar.
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibu kota negara. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai
hak berikut ini:
mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang
dasar;
menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan;
memilih dan dipilih;
membela diri;
imunitas;
protokoler;
keuangan dan administratif.
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:
mengamalkan Pancasila;
melaksanakan UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan;
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan kerukunan nasional;
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan;
melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil
daerah.
2.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai
politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan
di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD
provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35
orang dan sebanyak-banyak 100 orang;
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang
dan sebanyak-banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden.
Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah
lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sebelum memangku jabatannya, anggota DPR mengucapkan sumpah/ janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.
Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini:
Fungsi Legislasi. Fungsi legislasi artinya DPR
berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
Fungsi Anggaran. Fungsi anggaran artinya DPR berfungsi
sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Fungsi Pengawasan. Fungsi pengawasan artinya DPR
sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang
menjalankan undang-undang.
DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara
lain sebagai berikut.
Hak Interpelasi. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk
meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting
dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
Hak Angket. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak Menyatakan Pendapat. Hak menyatakan pendapat
adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai
kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan
rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk
komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
3.Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara
baru yang sebelumnya tidak ada. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi
yang dipilih melalui pemilihan umum.
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama,
tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD
tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan
keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi
selama bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan
anggota DPD adalah lima tahun. Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka
kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut:
Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan
dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan
dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah,
pajak, pendidikan, dan agama.
4.Presiden dan
Wakil Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif. Maksudnya, presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden
dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan
tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam
sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan
pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam
menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan
dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai
dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
5.Mahkamah
Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung
adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di
Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,
dan peradilan tata usaha negara (PTUN). Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung,
antara lain sebagai berikut:
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang;
mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi;
memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi
grasi dan rehabilitasi.
6.Mahkamah
Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga baru setelah adanya
perubahan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota
negara.
Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota
hakim kontitusi yang ditetapkan dengan keputusan presiden. Susunan Mahkamah
Konstitusi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota dan tujuh orang anggota hakim konstitusi. Ketua dan wakil
ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga
tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara. Sesuai dengan Pasal 24 C UUD
1945 maka wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi, antara lain sebagai
berikut:
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD;
memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD;
memutuskan pembubaran partai politik;
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut
UUD.
7.Komisi
Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai
wewenang berikut ini:
a. mengusulkan pengangkatan hakim agung;
b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden
dengan persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang
anggota. Masa jabatan anggota Komisi Yudisial lima tahun.
8.Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara lainnya.
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah
memeriksa pengelolaan keuangan negara.
Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota
BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh
presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.
B.Pemerintahan Pusat dan Daerah
1.Tugas dan Fungsi Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat yaitu presiden, wakil presiden, dan para menteri di bawahnya
yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka
pemerintah pusat melakukan tugasnya dengan mengelola kekayaan milik negara
untuk dipergunakan bagi kepentingan umum guna memenuhi hajat hidup orang
banyak, hal ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) bahwa “cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara” dan ayat 3 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Terdapat lima hal yang menjadi urusan
pemerintah pusat, yaitu sebagai berikut.
Politik Luar Negeri, Negara mengambil bagian dalam menentukan politik dan
kebijakan luar negeri yang akan diambil untuk memenuhi kepentingan nasional
dalam lingkup internasional.
Pertahanan Keamanan, Negara berperan aktif dalam pertahanan nasional
dengan mengambil bagian atas seluruh tugas-tugas perlindungan negara dan warga
negara terhadap serangan-serangan luar.
Yustisi (Peradilan), Negara berupaya mencegah terjadinya konflik
kepentingan antara individu dan kelompok.
Moneter (keuangan) dan Fiskal Nasional Negara mengupayakan kebaikan bersama dan
kesejahteraan umum.
Agama, Negara
memberikan kesempatan mengembangkan dengan bebas hak beragama yang ada dalam
kelompok secara terkendali.
Kekuasaan dan kewenangan kepala negara
tersebut, meliputi beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
Memegang kekuasan tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Menyatakan perang dan membuat perdamaian
serta perjanjian dengan negara lain.
Membuat perjanjian internasional.
Menyatakan keadan bahaya.
Mengangkat duta atau konsul.
Memberi grasi, rehabilitasi, amnesti, dan
abolisi.
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda
kehormatan lainya.
Presiden memiliki kekuasaan dan kewenangan
yang meliputi beberapa hal, di antaranya:
memimpin kabinet;
mengangkat dan melantik
menteri-menteri;
memberhentikan menteri-menteri;
mengawasi operasional pembangunan;
menerima mandat dari MPR-RI.
2.Tugas dan Fungsi Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tertuang dalam UUD 1945.
Dengan adanya asas otonomi, maka daerah
otonom memiliki hak, kewenangan, serta kewajiban untuk mengatur dan mengurus
sendiri penyelenggaraan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Peraturan Pemerintah
(PP) No. 52 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan tugas pembantuan, Pasal 1 bahwa
tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan
dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai beberapa
bantuan dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan bertanggung jawab kepada
yang menugaskan.
Tugas dan wewenang kepala daerah dan wakil
kepala daerah, termuat di dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 Pasal 27, di
antaranya sebagai berikut:
Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Memelihara ketenteraman dan ketertiban
masyarakat.
Melaksanakan kehidupan demokrasi.
Menaati dan menegakkan seluruh peraturan
perundang-undang an.
Menjaga etika dan norma dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah
3.Perangkat Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah
Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota
mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan undang-undang.
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah
penyelenggara Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat
Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan
karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah. Organisasi Perangkat Daerah
ditetapkan dengan Peraturan
Daerah setempat dengan berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah. Pengendalian organisasi perangkat daerah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Formasi dan persyaratan jabatan perangkat
daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
unsur staf yang membantu penyusunan
kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat;
unsur pengawas yang diwadahi dalam
bentuk Inspektorat;
unsur perencana yang diwadahi dalam
bentuk Badan;
unsur pendukung tugas Kepala daerah
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik,
diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah; serta
unsur pelaksana urusan daerah yang
diwadahi dalam Dinas Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat
daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan,
namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk
ke dalam organisasi tersendiri.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan
oleh seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota, sedangkan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh Daerah yang
memiliki potensi unggulan dan kekhasan Daerah, yang dapat dikembangkan dalam
rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan
memunculkan sektor unggulan masing-masing Daerah sebagai upaya optimalisasi
pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, implementasi penataan kelembagaan perangkat daerah menerapkan
prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan
fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan
efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas. Hal ini dimaksudkan
memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi
yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah.
Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Peraturan daerah mengatur mengenai
susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi perangkat daerah. Rincian tugas,
fungsi, dan tata kerja diatur lebih lanjut dengan peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota.
Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah,
Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.
Sekretariat Daerah merupakan unsur staf.
Sekretariat Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Gubernur, Bupati atau
Walikota dalam menyusun kebijakan dan mengoorDinasikan Dinas Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah. Pengertian pertanggung jawaban Kepala Dinas, Sekretaris DPRD,
dan Kepala Badan/Kantor/Direktur Rumah Sakit Daerah melalui Sekretaris Daerah
adalah pertanggungjawaban administratif yang meliputi penyusunan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas
Dinas Daerah, Sekretariat DPRD dan Lembaga Teknis Daerah, dengan demikian
Kepala Dinas, Sekretaris DPRD, dan Kepala Badan/Kantor/Direktur Rumah Sakit
Daerah bukan merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah.
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Sekretariat
DPRD) merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD. Sekretariat DPRD mempunyai
tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan,
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta
mengoorDinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah.
Badan Pengawasan Daerah yang selanjutnya disebut Inspektorat Provinsi,
Inspektorat Kabupaten, dan Inspektorat Kota adalah unsur pengawasan daerah yang
dipimpin oleh Inspektur, yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab
langsung kepada Gubernur, Bupati atau Walikota.
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan
pembangunan daerah.
Dinas
Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas Daerah mempunyai
tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan. Unit Pelaksana Teknis adalah unsur pelaksana tugas teknis
pada Dinas dan Badan.
Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur
pendukung tugas Kepala daerah. Lembaga Teknis Daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik.
Rumah Sakit Daerah
adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat yang dikategorikan ke dalam Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit
Khusus Daerah.
Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten
dan daerah Kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah, serta menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Kelurahan merupakan
wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah
Kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah.
Beberapa perangkat daerah yang menangani fungsi pengawasan, kepegawaian,
rumah sakit, dan keuangan, mengingat tugas dan fungsinya merupakan amanat
peraturan perundang-undangan, maka perangkat daerah tersebut tidak mengurangi
jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan pedoman teknis mengenai
organisasi dan tata kerja diatur tersendiri.
Indonesia
merupakan negara yang terbesar di Asia Tenggara. Indonesia juga mempunyai
peranan penting di lingkungan negara-negara ASEAN. Peran Indonesia dalam
lingkungan negara-negara ASEAN, seperti berikut ini :
1.
Pemrakarsa Berdirinya ASEAN
Jumlah negara anggota ASEAN
sekarang ini ada sepuluh negara. Dari sepuluh negara tersebut tidak semuanya
berperan sebagai pendiri ASEAN. Pendiri ASEAN, antara lain Indonesia,
Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Negara anggota ASEAN yang tidak
ikut sebagai pendiri, antara lain Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos,
dan Myanmar. Ketika akan membentuk ASEAN, Indonesia diwakili oleh Menteri Luar
Negeri Adam Malik dalam pertemuan di Bangkok. Menteri Luar Negeri Adam Malik
pula yang ikut menandatangani Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967
yang menandai awal berdirinya ASEAN.
2. Tempat
Penyelenggaraan KTT ASEAN
Sebagai negara anggota ASEAN,
pemerintah Indonesia juga pernah menjadi tuan rumah pertemuan kepala
pemerintahan dan kepala negara ASEAN. Pada bulan Oktober 2003, Bali menjadi
tempat pertemuan kepala negara dan kepala pemerintahan ASEAN.
3. Ikut
Serta dalam Menyelesaikan Masalah Kamboja
Pada tahun 1970 di Kamboja terjadi
kudeta. Pada waktu itu Kamboja dipimpin oleh Pangeran Norodom Sihanouk. Pada
tanggal 18 Maret 1970 ketika Pangeran Norodom Sihanouk berada di luar negeri,
keponakannya yang bernama Pangeran Sisowath Sirik Matak bersama Lo Nol
melakukan kudeta atau perebutan kekuasaan. Sejak peristiwa tersebut terjadi
perang
saudara yang berlangsung lama dan berlarut-larut. Keadaan Kamboja menjadi porak
poranda, rakyatnya sangat menderita.
Melihat kejadian yang
berlarut-larut di Kamboja tersebut, Indonesia berusaha untuk mendamaikan
pihak-pihak yang bertikai atau berperang dengan cara mempertemukan mereka dalam
suatu perundingan. Akhirnya, dibentuklah Jakarta Informal Meeting (JIM).
Artinya, pertemuan tidak resmi yang diadakan di Jakarta tahun 1988. Pertemuan
di Jakarta dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas sebagai penengah di
antara pihak-pihak yang bertikai. Dengan adanya pertemuan tersebut pihak-pihak
yang bertikai bersepakat untuk melakukan perdamaian. Pertemuan di Jakarta itu
kemudian ditindaklanjuti dengan
diselenggarakannya perundingan perdamaian di Paris, Prancis pada tahun 1989.
Peran Indonesia dalam Kerja
Sama Negara negara Asia Tenggara
Kerja sama bilateral adalah kerja sama yang dijalin
oleh dua negara yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh kedua
negara tersebut. Sedangkan kerja sama multilateral merupakan bentuk kerja sama
yang melibatkan banyak negara.
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara
dan memegang peranan penting dalam hal menjaga perdamaian dan kemajuan di Asia
Tenggara. Peran aktif yang dilakukan oleh Indonesia sangat dirasakan manfaatnya
oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan negara-negara di belahan dunia
lainnya. Apa saja peran aktif yang telah dilakukan oleh Indonesia terutama di
lingkungan negara-negara kawasan Asia Tenggara? Berikut ini beberapa contoh
peran aktif tersebut.
- Indonesia menjadi salah satu negara yang memprakarsai berdirinya
ASEAN. Indonesia melalui Menteri Luar Negerinya yaitu Adam
Malik menjadi salah satu negara yang menandatangani deklarasi pendirian
ASEAN yang kita kenal dengan Deklarasi Bangkok.
- Indonesia berperan aktif dalam proses penciptaan dan pemeliharaan
perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Dalam hal ini Indonesia memberikan peranannya
ketika membantu proses pemulihan perdamaian di Kamboja.
- Indonesia menjadi pusat kesekretariatan ASEAN di mana gedung
sekretariat ASEAN berkedudukan di Jakarta. Selain itu, Indonesia pernah
menempatkan tiga orang warga negaranya untuk menjadi Sekretaris Jenderal
ASEAN, yaitu H.R Darsono (1977- 1978), Umarjadi Nyotowijono (1978-1979)
dan Rusli Noor (1989-1992).
- Menjadi penyelenggara KTT ASEAN yang pertama. KTT ini diselenggarakan
di Bali pada tanggal 24 Februari 1976. dalam KTT ini dihasilkan dua
dokumen penting ASEAN yaitu: Deklarasi ASEAN Bali Concord I, berisi
berbagai program yang akan menjadi kerangka kerja sama ASEAN selanjutnya.
Kerja sama ini meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
kemananan. Perjanjian persahabatan dan kerjasama. Dalam perjanjian ini
disepakati prinsipprinsip dasar dalam hubungan satu sama lain, seperti
larangan untuk campur tangan dalam urusan dalam negeri, menyelesaikan
perselisihan secara damain dan menolak penggunaan ancaman/kekerasan
- Penyelenggara pertemuan informal pemimpin negara ASEAN pertama.
Pertemuan ini diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 30 November 1996.
- Penyelenggara KTT ASEAN kesembilan. KTT ini kembali diselnggarakan di
Bali pada tanggal 7 Oktober 2003. dalam KTT ini dihasilkan Deklarasi ASEAN
Bali Concord II sebagai kelanjutan dari Bali Concord I. Dalam Bali Concord
II ditetapkan Komunitas Asean yang didasarkan pada tiga pilar yaitu
Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas ASEAN dan Komunitas Sosial
Budaya ASEAN.
- Melaksanakan pertunjukkan kebudayaan di negara-negara ASEAN lainnya.
- Ikut serta dalam kegiatan Pesta Olahraga negara-negara Asia Tenggara
(Sea Games) serta beberapa kali menjadi tuan rumah kegiatan tersebu
II. BENTUK KERJASAMA ANTAR NEGARA
–NEGARA ASEAN
1. KERJASAMA POLITIK KEAMANAN ASEAN
Kerjasama ini ditujukan
untuk menciptakan keamanan, stabilitas dan perdamaian khususnya di kawasan dan
umumnya di dunia. Kerjasama dalam bidang politik dan keamanan dilakukan
menggunakan instrumen politik seperti Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone Of
Peace, Freedom And Neutrality/ ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerjasama
(Treaty of Amity and Cooperation /TAC in Southeast Asia), dan Kawasan Bebas
Senjata Nuklir Di Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free
Zone/SEANWFZ). Selain ketiga instrumen politik tersebut, terdapat pula forum
kerjasama dalam bidang politik dan keamanan yang disebut ASEAN Regional Forum
(ARF).
-
Beberapa
kerjasama politik dan keamanan
• Traktat Bantuan Hukum
Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT);
• Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan
Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT);
• Pertemuan para
Menteri Pertahanan (Defence Ministers Meeting/ADMM) yang
bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan
melalui dialog serta
kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan;
• Penyelesaian
sengketa Laut China Selatan;
• Kerjasama
Pemberantasan kejahatan lintas negara yang mencakup pemberantasan terorisme,
perdagangan obat terlarang, pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan
senjata ringan dan manusia, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan
ekonomi internasional;
• Kerjasama di bidang
hukum; bidang imigrasi dan kekonsuleran; serta kelembagaan antar parlemen;
2. KERJASAMA EKONOMI ASEAN
Kerjasama ekonomi
ditujukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi dengan cara saling
membuka perekonomian negara-negara anggota dalam menciptakan integrasi ekonomi
kawasan. Kerjasama ekonomi mencakup kerjasama-kerjasama di sektor
perindustrian, perdagangan, dan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas di ASEAN
(AFTA).
Beberapa kerjasama ekonomi adalah:
• Kerjasama di sektor industri yang dilakukan melalui Kerjasama Industri ASEAN
(ASEAN Industrial Cooperation /AICO);
• Kerjasama di sektor perdagangan dilakukan dengan pembentukan Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) melalui pemberlakuan Tarif Efektif Bersama
(Common Effective Preferential Tariff - CEPT) antara 5-10% atas dasar produk
per produk, baik produk ekspor maupun impor guna menghilangkan kendala
perdagangan di antara negara-negara ASEAN;
• Perdagangan Bebas dengan Mitra Wicara (Free Trade Agreement/FTA);
• Kerjasama di sektor jasa yang meliputi kerjasama di sektor transportasi dan
telekomunikasi, pariwisata, dan keuangan;
• Kerjasama di sektor komoditi dan sumber daya alam;
• Kerjasama di sub-sektor pertanian dan kehutanan;
• Kerjasama di sektor energi dan mineral;
• Kerjasama di sektor usaha kecil dan menengah; dan
• Kerjasama dalam bidang pembangunan.
3. KERJASAMA FUNGSIONAL ASEAN
Kerjasama fungsional dalam ASEAN mencakup bidang-bidang kebudayaan, penerangan,
pendidikan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan
bencana alam, kesehatan, ketenagakerjaan, pembangunan sosial, pengentasan
kemiskinan, pemberdayaan perempuan, kepemudaan, penanggulangan narkoba,
peningkatan administrasi dan kepegawaian publik.
Beberapa kerjasama fungsional adalah:
• Kerjasama kebudayaan, penerangan, dan pendidikan, yang kegiatan-kegiatannya
berbentuk workshop dan simposium di bidang seni dan budaya, ASEAN Culture Week,
ASEAN Youth Camp, ASEAN Quiz, pertukaran kunjungan antar seniman ASEAN,
pertukaran berita melalui tv, penyiaran berita dan informasi mengenai ASEAN
melalui radio-radio
nasional, Student Exchange Programme ASEAN, dan pembentukan ASEAN University
Network (AUN).
• Kerjasama pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan;
• Kerjasama kesehatan, ketenagakerjaan, serta kerjasama pembangunan dan
kesejahteraan sosial;
• Kerjasama kesehatan, ketenagakerjaan, serta kerjasama pembangunan dan
kesejahteraan sosial;
• Kerjasama sumber daya manusia yang mencakup bidang pemajuan wanita, pemuda,
penanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan obat-obat terlarang (P4GN), pengelolaan Yayasan ASEAN, serta bidang
kepegawaian dan administrasi.
4 . HUBUNGAN EKSTERNAL ASEAN
Visi ASEAN 2020 menegaskan ASEAN yang berwawasan ke depan akan memainkan peran
penting dalam masyarakat internasional dan memajukan kepentingan bersama ASEAN.
Kerjasama antara Asia Tenggara dan Timur Laut negara telah dipercepat dengan
diadakannya pertemuan puncak tahunan antara para pemimpin ASEAN, Cina, Jepang,
dan Republik Korea (ROK) dalam proses ASEAN plus Three.
Hubungan ASEAN Plus Three terus diperluas dan diperdalam di bidang dialog dan
kerjasama keamanan, kejahatan transnasional, perdagangan dan investasi,
lingkungan, keuangan dan moneter, pertanian dan kehutanan, energi, pariwisata,
kesehatan, tenaga kerja, budaya dan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi,
informasi dan teknologi komunikasi, kesejahteraan sosial dan pembangunan,
pemuda, dan pembangunan pedesaan dan pemberantasan kemiskinan. Sekarang ini ada
tiga belas pertemuan tingkat menteri di bawah kerjasama ASEAN Plus Three.
ASEAN terus mengembangkan hubungan kerjasama dengan Mitra Dialog, yaitu,
Australia, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Korsel, Selandia Baru,
Federasi Rusia, Amerika Serikat, dan United Nations Development Programme.
ASEAN juga meningkatkan kerjasama dengan Pakistan di beberapa daerah
kepentingan bersama.
Konsisten dengan tekad untuk meningkatkan kerjasama dengan daerah-daerah
berkembang lainnya, ASEAN mempertahankan kontak dengan organisasi-organisasi
antar-pemerintah, yaitu Organisasi Kerjasama Ekonomi, the Gulf Cooperation
Council, the Rio Group, the South Asian Association for Regional Cooperation,
the South Pacific Forum, dan juga melalui Asian-African Sub-Regional
Organization Conference.
Sebagian besar Negara-negara Anggota ASEAN juga berpartisipasi aktif dalam
kegiatan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe Meeting (ASEM),
dan East Asia-Latin America Forum (EALAF).
5. PEMBEBASAN VISA
Pada tanggal 25 Juli 2006 di Kuala Lumpur ke sepuluh Negara ASEAN telah
menandatangani Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN mengenai Pembebasan Visa.
Persetujuan ini berfungsi sebagai rujukan bagi Negara-negara anggota ASEAN
dalam rangka memberikan kemudahan bagi warganya untuk masuk ke negara anggota
ASEAN lainnya dengan ketentuan yang telah disepakati. Pemerintah Indonesia sudah
meratifikasi Persetujuan dimaksud pada tanggal 22 Mei 2009 (Keppres 19 tahun
2009).
III . PENGERTIAN AFTA
1. Asean Free Trade Areas
Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara
anggota maupun negara non-anggota. Dalam implementasinya perdagangan bebas
harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan
meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif
(comparative advantage),serta pro dan kontra di bidang tarif dan kuota, serta
melihat bagaimana berbagai jenis mata uang (atau valuta asing) diperdagangkan
berdasarkan kurs tukar valuta asing. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah
kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk
0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui skema
CEPT-AFTA.
Sebagai contoh dari keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual
sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia
melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui
spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang
tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif
bagi negara – negara ASEAN melalui skema CEPT-AFTA.
Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan
penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh
negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya
operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan.
2. Tujuan Pembentukan AFTA
Tujuan AFTA adalah
meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN
sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan
perdagangan antar anggota ASEAN. Ole karena itu, penerapan AFTA guna
meningkatkan perdagangan antar anggota juga memiliki beberapa persyaratan
produk yang harus dipenuhi yaitu :
a) Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List (IL) dari
negara eksportir maupun importir.
b) Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang disetujui oleh
Dewan AFTA (AFTA Council);
c) Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal 40%. Suatu produk
dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila paling sedikit 40% dari
kandungan bahan didalamnya berasal dari negara anggota ASEAN.
IV . ASEAN REGIONAL FORUM (ARF)
1. PENGERTIAN ARF
ASEAN Regional Forum (ARF)
merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu
wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik
dan keamanan di kawasan, serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara
negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan
keamanan kawasan. Dalam kaitan tersebut, ASEAN merupakan penggerak utama dalam
ARF.
ARF merupakan satu-satunya
forum di level pemerintahan yang dihadiri oleh seluruh negara-negara kuat di
kawasan Asia Pasifik dan kawasan lain seperti Amerika Serikat, Republik Rakyat
China, Jepang, Rusia dan Uni Eropa (UE). ARF menyepakati bawa konsep keamanan
menyeluruh (comprehensive security) tidak hanya mencakup aspek-aspek militer
dan isu keamanan tradisional namun juga terkait dengan aspek politik, ekonomi,
sosial dan isu lainnya seperti isu keamanan nontradisional.
2. Tujuan-tujuan ARF
Sebagai suatu wahana utama
dalam mewujudkan tujuan ASEAN dalam menciptakan dan menjaga stabilitas serta
keharmonisan kawasan, ARF menetapkan dua tujuan utama yang terdiri atas:
1. Mengembangkan dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu politik dan
keamanan yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, dan
2. Memberikan kontribusi positif dalam berbagai upaya untuk mewujdkan
confidence building dan preventive diplomacy di kawasan Asia Pasifik.
3. Kepentingan Indonesia dalam ARF
Melalui ARF, Indonesia dapat:
• Mengembangkan profil internasionalnya melalui peran dan kepemimpinannya dalam
ASEAN sebagai penggerak utama dalam ARF.
• Menetapkan agenda dialog dan konsultasi ARF dengan pandangan untuk menjaga
dan mengembangkan kepentingan nasionalnya di berbagai isu penting politik dan
keamanan.
• Mengarahkan diskusi untuk menjaga kepentingannya melalui antara lain mencegah
pembahasan isu-isu sensitif bagi kepentingan nasional.
• Menggalang dukungan dari para peserta ARF bagi keutuhan dan kedaulatan
teritorialnya.
• Mendorong komitmen kawasan untuk mengembangkan kerjasama di berbagai isu yang
menjadi perhatian bersama seperti perang melawan terorisme dan kejahatan
lintas negara lainnya.
• Memajukan budaya damai, toleransi, dan dialog antara negara-negara di kawasan
Asia Pasifik.
V . ISU – ISU EKONOMI ASEAN
1. ASEAN Jadi Contoh Kerja Sama Ekonomi. November 2007
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara
atau ASEAN dapat menjadi contoh negara Asia lainnya dalam melakukan kerja sama
ekonomi dan peningkatan integrasi regional. "Sektor swasta harus menjadi
bagian integral dari usaha ASEAN untuk mewujudkan komunitas ekonomi 2015,"
, Kerja sama publik dan dan swasta akan menjadi komponen kritik dari empat
pilar kerja sama regional dan integrasi. Empat pilar tersebut, infrastruktur,
investasi dan perdagangan, uang dan keuangan, dan provisi komoditi publik
seperti perlindungan lingungan dan pencegahan penyakit menular.
2. Perjanjian Kerjasama Ekonomi ASEAN-Rusia . Desember 2005
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Rusia, menandatangani suatu
perjanjian bilateral mengenai kerjasama pembangunan dan ekonomi .Menurut Kantor
Berita Malaysia, Bernama, berdasarkan perjanjian tersebut, ke dua pihak
diperkirakan memfasilitasi pertukaran informasi yang berkenaan dengan investasi
dan perdagangan, studi gabungan mengenai berbagai masalah ekonomi dan
perdagangan, berbagai kegiatan promosi investasi serta partisipasi badan-badan
pemerintah dan institusi terkait.
Di antara sektor kerjasama tersebut adalah perusahaan menengah dan kecil,
teknologi dan ilmu pengetahuan, energi, penggunaan sumber mineral,
transportasi, lingkungan hidup, olah raga dan budaya. Ke dua pihak juga
mempercayakan Komisi Kerjasama Gabungan Federasi ASEAN-Rusia untuk mengamati
pelaksanaan perjanjian tersebut. Ke dua pihak juga diharapkan membentuk
Federasi Dana Finansial Kemitraan Dialog-ASEAN. Perjanjian tersebut dimaksudkan
untuk tetap mendukung periode 5 tahun sebelumnya dan kemudian secara otomatis
memperpanjang periode lima tahun berikutnya.
3. Asean Sepakati Perjanjian Liberalisasi Tiga Sektor . Desember 2008
Menteri Ekonomi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) menandatangani perjanjian
kerjasama liberalisasi bidang perdagangan barang, jasa dan investasi untuk
mencapai penyatuan Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015 . Menteri Ekonomi
ASEAN bertemu di Singapura dengan agenda utama penendatanganan beberapa
kesepakatan dan perjanjian penting sebagai pelaksanaan cetak biru AEC.
Perjanjian perdagangan barang ASEAN yang akan ditandatangani merupakan kumpulan
dari perjanjian perdagangan barang termasuk program pengurangan atau
penghapusan tarif dan non tarif menjelang 2010. "ASEAN Trade in Good
Agreement itu juga mencakup revisi aturan asal barang (rules of origin) dan
implementasi agenda fasilitasi perdagangan antara lain National Single
Window,".
Negara-negara ASEAN juga sepakat untuk mengurangi hambatan investasi menjelang
2010 dalam 3 tahap yang dituangkan dalam ASEAN Comprehensive Investment
Agreement (ACIA). ACIA merupakan revisi dan gabungan dari ASEAN Investment
Agreement and International Guarantee Agreements.
4. Korsel-ASEAN Perluas Kerjasama Ekonomi . Juni 2009
Sekjen Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Pemerintah Korea
Selatan, telah menyepakati memperluas hubungan ekonomi dan diplomatik yang
segera ditetapkan pada pertemuan khusus memperingati 20 tahun kemitraan
ASEAN-Korsel.
Kesepakatan perluasan hubungan ini diperoleh setelah Presiden Korsel Lee
Myung-bak dan Surin Pitsuwan bertemu langsung. Presiden Lee dan Sekjen ASEAN
Surin Pitsuwan mencatat hubungan Korea-ASEAN meningkat secara berkesinambungan
selama 20 tahun sejak dialog kemitraan dibentuk pada 1989. Kedua pihak
mencatat, kemitraan Korea-ASEAN akan terus berkembang menyusul
ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas (FTA) mengenai investasi yang
diperkirakan dilakukan di akhir KTT Dua Hari di Korsel di Kepulauan Jeju,
Korsel itu.
Surin menyebut penandatanganan perjanjian investasi tidak hanya akan memperluas
kerjasama ekonomi kedua pihak, tetapi juga membantu negara-negara tersebut dan
dunia. Presiden Korsel meminta perhatian khusus Sekretariat ASEAN bagi dukungan
terhadap pelaksanaan berbagai langkah mendorong kerjasama antara Korea dan
ASEAN dan Sekjen ASEAN berjanji memberikan dukungan itu. KTT Korea - ASEAN
dimulai Senin, menyusul akhir forum bisnis dua hari yang disebut CEOKTT ASEAN
diselenggarakan oleh 10 negara Asia Tenggara setiap tahunnya.
KTT Asean di
Laos pada 29-30 November 2004
Pertemuan Tahunan Anggota ASEAN.
|
|
Tanggal
|
Negara
|
Tuan rumah
|
1
|
23‒24 Februari 1976
|
|
|
2
|
4‒5 Agustus 1977
|
|
|
3
|
14‒15 Desember 1987
|
|
|
4
|
27‒29 Januari 1992
|
|
|
5
|
14‒15 Desember 1995
|
|
|
6
|
15‒16 Desember 1998
|
|
|
7
|
5‒6 November 2001
|
|
|
8
|
4‒5 November 2002
|
|
|
9
|
7‒8 Oktober 2003
|
|
|
10
|
29‒30 November 2004
|
|
|
11
|
12‒14 Desember 2005
|
|
|
12
|
11‒14 Januari 20071,2
|
|
|
13
|
18‒22 November 2007
|
|
|
14
|
27 Februari-1 Maret 2009[3]3
|
|
|
15
|
23 Oktober 2009
|
|
|
16
|
8-9 April 2010
|
|
|
17
|
28-30 Oktober 2010
|
|
|
18
|
4-8 Mei 2011
|
|
|
19
|
17-19 November 2011
|
|
|
20
|
TBA 2012
|
|
|
1 Ditunda
dari tanggal sebelumnya 10‒14 Desember 2006 akibat Badai Seniang
|
2 Menjadi
tuan rumah setelah Myanmar mundur karena ditekan AS dan UE
|
3 Ditunda
dari tanggal sebelumnya 12‒17 Desember 2008 akibat krisis
politik Thailand 2008. Pertemuan pada Maret kemudian dibatalkan akibat
aksi unjuk rasa di lokasi pertemuan.
|
Konferensi Tingkat Tinggi Tak
Resmi ASEAN
|
|
Tanggal
|
Negara
|
Tuan rumah
|
1
|
30 November 1996
|
|
|
2
|
14‒16 Desember 1997
|
|
|
3
|
27‒28 November 1999
|
|
|
4
|
22‒25 November 2000
|
|
|
Konferensi Tingkat Tinggi Luar
Biasa ASEAN
|
|
Tanggal
|
Negara
|
Tuan rumah
|
1
|
6 Januari 2005
|
|
|
Summit di Jeju
Politik Luar Negeri Indonesia Bebas dan Aktif
Perang Dunia II berakhir, keadaan dunia dikuasai oleh dua kekuatan
yang berideologi berbeda, yaitu blok Barat dan blok Timur. Blok Barat dipimpin
oleh Amerika Serikat yang berideologi liberal. Sebaliknya, blok Timur dipimpin
oleh Uni Soviet yang berideologi komunis. Negara-negara dunia pun terpecah
dalam kebijakan luar negerinya. Ada negara yang melaksanakan kebijakan luar
negerinya beraliran liberal dan tidak sedikit pula yang melaksanakan kebijakan
komunis. Walaupun demikian, muncul pula negara-negara yang tidak mengikuti
kebijakan yang ada. Mereka bersifat netral, seperti yang dilakukan Indonesia.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia melaksanakan politik luar negerinya yang
bersifat bebas aktif.
1. Pengertian Politik Luar Negeri
Apa yang dimaksud dengan politik luar negeri? Politik luar negeri
adalah arah kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungannya dengan negara
lain. Politik luar negeri merupakan bagian dari kebijakan nasional yang
diabdikan bagi kepentingan nasional dalam lingkup dunia internasional. Setiap
negara mempunyai kebijakan politik luar negeri yang berbedabeda. Mengapa
demikian? Karena politik luar negeri suatu negara tergantung pada tujuan
nasional yang akan dicapai. Kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh
faktor luar negeri dan faktor dalam negeri.
a. Faktor Luar Negeri
Faktor luar negeri, misalnya akibat globalisasi. Dengan globalisasi seakanakan
dunia ini sangat kecil dan begitu dekat. Maksudnya dunia ini seperti tidak ada
batasnya. Hubungan satu negara dengan negara lainnya sangat mudah dan cepat.
Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi seperti sekarang ini.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara lain dengan mudah diketahui oleh
negara lain.
b. Faktor Dalam Negeri
Faktor dalam negeri juga akan mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara.
Misalnya sering terjadinya pergantian pemimpin pemerintahan. Setiap pemimpin
pemerintahan mempunyai kebijakan sendiri terhadap politik luar negeri.
Bagaimana dengan politik luar negeri di Indonesia?
2. Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Politik luar negeri Indonesia bersifat bebas aktif. Bagaimana
maksudnya? Bebas, artinya bahwa Indonesia tidak akan memihak salah satu blok
kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini. Aktif, artinya Indonesia dalam
menjalankan politik luar negerinya selalu aktif ikut menyelesaikan
masalahmasalah internasional. Misalnya, aktif memperjuangkan dan menghapuskan
penjajahan serta menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan politik luar negeri
bebas dan aktif, Indonesia mempunyai hak untuk menentukan arah, sikap, dan
keinginannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu,
Indonesia tidak dapat dipengaruhi kebijakan politik luar negeri negara lain.
3. Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia
Tujuan politik luar negeri setiap negara adalah mengabdi kepada
tujuan nasional negara itu sendiri. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan ”… melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial …”
Menurut Drs. Moh. Hatta, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain
sebagai berikut:
a. mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan
negara;
b. memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar
kemakmuran rakyat;
c. meningkatkan perdamaian internasional;
d. meningkatkan persaudaraan dengan semua bangsa.
Tujuan politik luar negeri tidak terlepas dari hubungan luar
negeri. Hubungan luar negeri merupakan hubungan antarbangsa, baik regional
maupun internasional, melalui kerja sama bilateral ataupun multirateral yang
ditujukan untuk kepentingan nasional.
Politik luar negeri Indonesia oleh pemerintah dirumuskan dalam
kebijakan luar negeri yang diarahkan untuk mencapai kepentingan dan tujuan
nasional. Kebijakan luar negeri oleh pemerintah dilaksanakan dengan kegiatan
diplomasi yang dilaksakan oleh para diplomat. Dalam menjalankan tugasnya para
diplomat dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang dipimpin oleh Menteri
Luar Negeri. Tugas diplomat adalah menjembatani kepentingan nasional negaranya
dengan dunia
internasional. Inginkah kamu menjadi seorang diplomat? Seorang diplomat tinggal
dan menetap di negara lain sebagai wakil dari negara yang menugaskan.
4. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Politik luar negeri Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila sebagai landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
a. Pancasila sebagai Landasan Ideal
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan
politik luar negeri Indonesia.
b. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 Alinea pertama dan Alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945
Pasal 11 dan Pasal 13.
1) Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”
2) Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
”… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, …”
3) UUD 1945 Pasal 11
”Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.”
4) UUD 1945 Pasal 13
Ayat 1: ”Presiden mengangkat duta dan konsul.”
Ayat 2: ”Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.”
Ayat 3: ”Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
A. Politik
Luar Negeri Bebas Aktif pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Di dalam dokumen yang berhasil disusun oleh pemerintah
yang dituangkan di dalam Rencana Strategi Politik Luar negeri Republik
Indonesia (1984-1989) antara lain dinyatakan bahwa politik Luar negeri suatu
negara hakekatnya merupakan salah satu sarana untuk mencapai kepentingan
nasional. Sedangkan di Indonesia, jika dicermati, rumusan pokok kepentingan
nasional itu dapat dicari dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa.
Meletusnya pemberontakan G.30.S/PKI menim-bulkan
banyak korban, terutama korban jiwa. Akibatnya muncullah berbagai tuntutan yang
disponsori oleh berbagai kesatuan aksi dengan tuntutannya yang terkenal
“TRITURA” (Tri Tuntutan Rakyat), yaitu : bubarkan PKI, turunkan harga dan
reshuffle kabinet. Tuntutan pertama dapat dipenuhi pada tanggal 12 Maret 1966.
Dan segera setelah itu pada bulan Juni sampai Juli 1966 Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (setelah anggota-anggotanya diperbaharui) menyelenggarakan
Sidang Umum dengan menghasilkan sebanyak 24 ketetapan. Salah satu ketetapan
MPRS tersebut adalah Ketetapan No.XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali
Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI. Di dalam ketetapan tersebut
antara lain diatur hal-hal sebagai berikut :
1)
Bebas-aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)
Mengabdi kepada kepentingan nasional dan Amanat Penderitaan Rakyat.
Politik Luar
Negeri Bebas Aktif bertujuan mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap
imperialis dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan
menegakkan ke tiga segi kerangka tujuan Revolusi, yaitu :
1)
Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara Kesatuan dan
Negara Kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai
Merauke.
2)
Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.
3)
Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua
negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas
dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan
kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
Kemudian secara berturut-turut penegasan politik luar
negeri yang bebas-aktif oleh Majelis Permus-yawaratan Rakyat selalu dipertegas
dalam setiap kali menyelenggarakan sidang umum, baik Sidang Umum 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, 1998 maupun dalam Sidang Umum MPR 1999. Penegasan politik
Luar Ne-geri Bebas-Aktif yang dituangkan di dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
Bab III huruf B Arah Pembangunan Jangka Panjang, di sana ditegaskan : Dalam
bidang politik luar negeri yang bebas aktif diusahakan agar Indonesia terus
dapat meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta
menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera.
Rumusan
tersebut dipertegas lagi pada bab IVD (Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan)
huruf c bidang politik. Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri, di
mana dalam hal hubungan luar negeri diatur dalam hal-hal sebagai berikut :
1)
Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya
kepada Kepentingan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi.
2)
Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini
mampu mengurus masa depannya sen-diri melalui pengembangan ketahanan
nasionalnya masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerjasama antara
negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
3)
Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan
badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu
bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan
Kepentingan dan Kedaulatan Nasional.
B. Politik
Luar Negeri Bebas Aktif pada Era Reformasi (1998-Sekerang)
Sidang Umum MPR 1999 juga kembali mempertegas politik
luar negeri Indonesia. Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV
Arah Kebijakan, huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan
hal-hal sebagai berikut:
1)
Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi
pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara
berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan
dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama
internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2)
Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut
kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga
perwakilan rakyat.
3)
Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan
diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia
di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga
negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif
bagi kepentingan nasional.
4)
Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional
dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5)
Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi
perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
6)
Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta
memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagian
penyelesaian perkara pidana.
7)
Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas,
pembangunan dan kesejahteraan.
Politik Luar Negeri di masa pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya
dengan melakukan usaha memantapkan politik luar negeri. Yaitu dengan cara
meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi
Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia
sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana
Republik Indonesia dipilih oleh 158 negara anggota PBB. Tugas Republik
Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :
1)
Ketua Komite Sanksi Rwanda
2)
Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian,
3)
Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone,
4)
Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Sudan,
5)
Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo,
6)
Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau.
Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai
satu-satunya negara anggota tidak tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika
semua negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran.
Selain itu
Republik Indonesia juga dipercaya dunia untuk duduk sebagai anggota Dewan Hak
Asasi Manusia (HAM) PBB yang bermarkas di Jenewa. Jika tahun lalu untuk masa
tugas 1 tahun, maka sekarang Republik Indonesia terpilih untuk periode 3 tahun
hingga 2010. Saat itu dalam Sidang Majelis Umum PBB, Republik Indonesia
memperoleh dukungan 182 suara diantara 190 negara anggota yang memiliki hak
pilih. Hal ini berarti masyarakat internasional menaruh apresiasi yang tinggi
terhadap upaya penegakan HAM di Indonesia. Republik Indonesia sendiri akan
memanfaatkan masa keanggotaan di Dewan HAM untuk melanjutkan implementasi
progresif berbagai komitmen yang telah disampaikan Pemerintah Republik
Indonesia sendiri. Kita semua berharap semoga semua menjadi kenyataan.
C. Peranan
Indonesia dalam Percaturan Internasional
Selain itu Republik Indonesia juga dipercaya dunia
untuk duduk sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang bermarkas di
Jenewa. Jika tahun lalu untuk masa tugas. Partisipasi aktif Indonesia dalam
upaya mewujudkan perdamaian dunia telah ditunjukkan dengan keikutsertaan dalam
setiap Operasi Pemeliharaan Perdamaian (OPP) PBB melalui pengiriman Konting kin
meningkatnya jumlah OPP PBB, peran serta Indonesia dalam OPP PBB selama
beberapa tahun terakhir justru mengalami penurunan. Dalam kaitan ini, dipandang
perlu pembentukan suatu Pusat OPP Nasional (National Peacekeeping Center)
sebagai suatu mekanisme kerja yang melakukan fungsi koordinatif
inter-departemen secara teratur, terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam
penyelenggaraan pelatihan personel untuk mempersiapkan kontingen militer,
polisi dan sipil dalam misi perdamaian PBB. Dan pada November tahun 2006 Indonesia
mengirim Konga ke Lebanon. Sampai sekarang kita sudah mengirimkan pasukan Konga
XXIII B ke Lebanon
- Saat ini Indonesia menjadi
anggota di lebih dari 170 organisasi internasional. Jumlah kewajiban
kontribusi Pemerintah RI sehubungan dengan partisipasinya dalam
keanggotaan pada organisasi internasional untuk tahun 2004 adalah sebesar
+ Rp. 140 milyar.
- Dalam memberikan perlindungan
dan bantuan hukum khususnya kepada TKI, selama tahun 2004 Pemerintah telah
mengadakan serangkaian perundingan untuk mewujudkan MoU, antara lain:
antara RI dan Uni Emirat Arab (UAE) mengenai Penempatan TKI ke UAE yang
menegaskan hak dan kewajiban TKI dan pengguna jasa; RI dan Malaysia
mengenai Penempatan TKI di Sektor Formal ke Malaysia yang didasari oleh
keinginan untuk menertibkan penempatan dan perlindungan TKI sektor formal
di luar negeri; serta RI dan Korea Selatan tentang pengiriman TKI ke Korea
Selatan yang mengatur proses rekrutmen, pengiriman dan pemulangan TKI.
Dalam rangka mewujudkan politik luar negeri yang bebas
dan aktif itulah, maka Indonesia memainkan sejumlah peran dalam percaturan
internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh Indonesia adalah
dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen
Garuda (KONGA) ke luar negeri. Sampai sekarang ini Indonesia telah mengirimkan
kontingen Garudanya sampai dengan kontingen Garuda yang ke duapuluh tiga
(XXIII).
Secara garis
besar kontingen garuda yang telah dikirim ke luar negeri secara berturut-turut
adalah :
1)
Konga I bertugas di Mesir, yang dikirim pada bulan Nopember l956, dengan tugas
mengamankan dan mengawasi genjatan senjata di Mesir.
2)
Konga II dikirim pada bulan September l960 yang bertugas di Kongo. Tugas ini
diembannya sampai bulan Mei l961.
3)
Konga III dikirim ke Kongo pada bulan Desember l963 sampai Agustus l964.
4)
Konga IV, Konga V dan Konga VII di kirim ke Vietnam, dan bertugas mulai bulan
Januari l974.
5)
Konga VI, dikirim ke Sinai, Mesir, bertugas dari bulan Agustus l973 sampai
April l974.
6)
Konga VIII, ke Sinai, Mesir, pada bulan September l974.
7)
Konga IX, ke Irak-Iran, pada bulan Agustus l988 sampai bulan Nopember l990.
8)
Konga X, ke Namibia, pada bulan Juni l989 sampai Maret l990.
9)
Konga XI, ke perbatasan Irak-Kuwait, pada bulan April l991 sampai Nopember
l991.
10)
Konga XII, ke Kamboja, pada bulan Oktober l991 sampai Mei l993.
11)
Konga XIII, ke Somalia, pada bulan Juli l992 sampai April l993.
12)
Konga XIV, ke Bosnia Herzegovina, bulan Nopember l993 sampai Nopember l995.
13)
Konga XV, ke Georgia, bulan Oktober l994 sampai Nopember l995.
14)
Konga XVI, ke Mozambik, tahun l994.
15)
Konga XVII, ke Philipina, Oktober l994 sampai Nopember l994.
16)
Konga XVIII, ke Tajikistan, Nopember l997.
17)
Konga XIX, yang terdiri atas XIX-1, XIX-2, XIX-3 dan XIX-4, bertugas di Siera
Leone, mulai l999 sampai 2002.
18)
Konga XX, bertugas di Republik Demokratik Kongo, tahun 2005.
19)
Konga XXI-XXIII , bertugas di Lebanon, 2006- sampai sekarang.
Selain pengiriman Kontingen Garuda, Indonesia juga
mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi penyelesaian sengketa yang terjadi
di Kamboja, dengan menyelenggarakan Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta
Informal Meeting) I dan II. Indonesia juga menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, menjadi anggota Badan Tenaga Atom Internasional. Salah seorang
putra terbaik Indonesia juga pernah memegang jabatan Presiden Majelis Umum PBB
yaitu Adam Malik tahun 1971.
Indonesia juga menjadi sponsor dan sekaligus tuan
rumah diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun l955; menjadi
salah satu sponsor lahirnya Gerakan Non Blok, juga sponsor lahirnya organisasi
regional Asia Tenggara “ASEAN” 8 Agustus 1967di Bangkok, Thailand.
Apa yang diraikan adalah sejumlah contoh yang
menggambarkan bagaimana peranan Indonesia di dalam percaturan internasional.
D. Pengaruh
Globalisasi Terhadap Demokratisasi Sistem Politik Indonesia : Demokratisasi
Sistem Politik Luar Negeri Indonesia
Umumnya pembahasan mengenai demokratisasi lebih banyak
menekankan pada faktor-faktor domestik yang diduga akan menjadi faktor
pendukung ataupun penghambat proses demokratisasi. Keumuman ini terjadi karena
beberapa alasan. Diantaranya adalah bahwa aktor-aktor politik dalam proses
demokratisasi senantiasa berkonsentrasi untuk usaha-usaha mengkonsolidasi
kekuasaannya masing-masing. Karena itu, proses-proses politik di masa transisi
cenderung bersifat inward-looking. Selain itu, kuatnya kecenderungan untuk
menganalisis proses demokratisasi melalui lensa dinamika politik domestik juga
terjadi karena adanya anggapan bahwa pada akhirnya aktor-aktor politik
domestiklah yang akan menentukan tindakan politik apa yang akan diambil.
Akan tetapi, situasi ketidakpastian yang melingkupi
setiap proses transisi politik sebetulnya membuat sebuah negara yang sedang
menjalani demokratisasi sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
Pengaruh internasional dari sebuah proses demokratisasi bisa terjadi dalam
beberapa bentuk: contagion, control, consent dan conditionality. Contagion
terjadi ketika demokratisasi di sebuah negara mendorong gelombang demokratisasi
di negara lain. Proses demokratisasi di negara-negara Eropa Timur setelah
Perang Dingin usai dan juga gelombang demokratisasi di negara-negara Amerika
Latin pada tahun 1970-an merupakan contoh signifikan.
Mekanisme control terjadi ketika sebuah pihak di luar
negara berusaha menerapkan demokrasi di negara tersebut. Misalnya Doktrin
Truman 1947 mengharuskan Yunani untuk memenuhi beberapa kondisi untuk mendapatkan
status sebagai ‘negara demokrasi’ dan karenanya berhak menerima bantuan anti
komunisme dari Amerika Serikat.
Bentuk ketiga, consent, terjadi ketika ekspektasi
terhadap demokrasi muncul dari dalam negara sendiri karena warga negaranya
melihat bahwa sistem politik yang lebih baik, seperti yang berjalan di negara
demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai oleh negara tersebut.
Dengan kata lain, pengaruh internasional datang sebagai sebuah inspirasi yang
kuat bagi warga negara di dalam negara itu. Kasus yang paling sering disebut
dalam hubungannya dengan hal ini adalah reunifikasi Jerman Timur dengan Jerman
Barat. Bentuk keempat dari dimensi internasional dalam proses demokratisasi
adalah conditionality, yaitu tindakan yang dilakukan organisasi internasional
yang memberi kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi negara penerima
bantuan.
Keempat bentuk di atas menggambarkan proses
outside-in, dimana dorongan demokratisasi datang dari luar batas sebuah negara.
Proses lain yang mungkin terjadi adalah proses inside-out, yaitu proses dimana
negara yang tengah mengalami proses demokratisasi menggunakan diplomasi dan
politik luar negeri untuk mengkonsolidasikan demokrasinya. Dalam studinya
mengenai bagaimana negara-negara demokrasi baru menggunakan politik luar
negerinya, Alison Stanger menemukan bahwa proses transisi bisa dipertahankan
arahnya ketika negara-negara demokrasi baru ‘membawa dirinya lebih dekat kepada
negara-negara demokrasi yang lebih mapan.
Dua alasan bisa dikemukakan untuk menjelaskan hal ini.
Pertama, politik luar negeri bisa digunakan sebagai alat untuk menjaga jarak
atau membedakan diri dari rezim autoritarian yang digantikannya. Kedua, sebagai
konsekuensi dari alasan pertama, prospek bagi kerjasama internasional, terutama
dengan negara-negara yang mapan demokrasinya akan semakin baik dan pada
akhirnya memberi kontribusi positif bagi proses konsolidasi internal.
E. Diplomasi
dan Politik Luar Negeri Indonesia di Masa Transisi Demokrasi
a. Masa
Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Indonesia yang tengah meniti jalan menuju demokrasi
mengalami kedua aspek outside-in dan inside-outseperti dipaparkan diatas.
Sampai derajat tertentu misalnya, conditionality yang diterapkan IMF berkenaan
dengan bantuan keuangan pada masa krisis ekonomi berpengaruh baik secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap perjalanan demokratisasi di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan konteks inside-out, politik
luar negeri Indonesia sejak kejatuhan pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998
tidak dapat dilepaskan dari perubahan politik secara masif yang mengikuti
kejatuhan pemerintahan otoritarian tersebut. Pemerintahan Habibie, yang
menggantikan Suharto, merupakan salah satu contoh tepat untuk menggambarkan
pertautan antara proses demokratisasi dan kebijakan luar negeri dari sebuah
pemerintahan di masa transisi.
Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi
persoalan legitimasi yang cukup serius. Akan tetapi, Habibie berusaha
mendapatkan dukungan internasional melalui beragam cara. Diantaranya,
pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan
perlindungan atas hak asasi manusia. Pertama adalah UU no.5/1998 mengenai
Pengesahan Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment dan UU no.29/1999 mengenai Pengesahan Convention on the
Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965. Selain itu,
pemerintahan Habibie pun berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi
internasional dalam masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan juga
dilakukan pada masa pemerintahan Habibie yang pendek tersebut.
Dengan catatan positif atas beberapa kebijakan dalam
bidang HAM yang menjadi perhatian masyarakat internasional ini, Habibie
berhasil memperoleh legitimasi yang lebih besar dari masyarakat internasional
untuk mengkompensasi minimnya legitimasi dari kalangan domestik. Hubungan
Habibie dengan lembaga International Monetary Fund (IMF) dapat dijadikan
ilustrasi yang menarik dalam hal ini. Sebelumnya, IMF mendesak Suharto untuk
menghentikan proyek pembuatan pesawat Habibie yang berbiaya tinggi pada bulan
Januari 1998, tepat ketika suhu politik dan keberlangsungan pemerintahan
Suharto sedang dipertanyakan. Akan tetapi, belakangan ketika ia berkuasa,
Habibie mendapatkan kembali kepercayaan dari dua institusi penting yaitu IMF
sendiri dan Bank Dunia. Kedua lembaga tersebut memutuskan untuk mencairkan
program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi sebesar 43 milyar dolar dan
bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar 14 milyar dolar.
Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun basis legitimasi
dari kalangan domestik tidak terlampau kuat, dukungan internasional yang
diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk memberi image positif kepada
dunia internasional memberi kontribusi positif bagi keberlangsungan pemerintahan
Habibie saat periode transisi menuju demokrasi dimulai.
Pemerintahan Habibie pula yang memberi pelajaran
penting bahwa kebijakan luar negeri, sebaliknya, juga dapat memberi dampak
negatif bagi kelangsungan pemerintahan transisi. Kebijakan Habibie dalam
persoalan Timor-Timur menunjukan hal ini dengan jelas. Habibie mengeluarkan
pernyataan pertama mengenai isu Timor Timur pada bulan Juni 1998 dimana ia
mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi
Timor Timur. Proposal ini, oleh masyarakat internasional, dilihat sebagai
pendekatan baru.
Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang
jauh lebih radikal dengan menyatakan bahwa Indonesia akan memberi opsi
referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor Timur.
Beberapa pihak meyakini bahwa keputusan radikal itu
merupakan akibat dari surat yang dikirim Perdana Menteri Australia John Howard
pada bulan Desember 1998 kepada Habibie yang menyebabkan Habibie meninggalkan
opsi otonomi luas dan memberi jalan bagi referendum. Akan tetapi, pihak
Australia menegaskan bahwa surat tersebut hanya berisi dorongan agar Indonesia
mengakui hak menentukan nasib sendiri (right of self-determination) bagi
masyarakat Timor Timur. Namun, Australia menyarankan bahwa hal tersebut dijalankan
sebagaimana yang dilakukan di Kaledonia Baru dimana referendum baru dijalankan
setelah dilaksanakannya otonomi luas selama beberapa tahun lamanya. Karena itu,
keputusan berpindah dari opsi otonomi luas ke referendum merupakan keputusan
pemerintahan Habibie sendiri.
Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah
referendum kemudian memojokkan pemerintahan Habibie. Legitimasi domestiknya
semakin tergerus karena beberapa hal. Pertama, Habibie dianggap tidak mempunyai
hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor Timur karena ia
dianggap sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan Habibie dalam isu
Timor Timur merusakan hubungan saling ketergantungan antara dirinya dan
Jenderal Wiranto, panglima TNI pada masa itu.
Habibie kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat
internasional maupun domestik. Di mata internasional, ia dinilai gagal
mengontrol TNI, yang dalam pernyataan-pernyataannya mendukung langkah presiden
Habibie menawarkan refendum, namun di lapangan mendukung milisi pro integrasi
yang berujung pada tindakan kekerasan di Timor Timur setelah referendum.
Di mata publik domestik, Habibie juga harus menghadapi
menguatnya sentimen nasionalis, terutama ketika akhirnya pasukan penjaga
perdamaian yang dipimpin Australia masuk ke Timor Timur. Sebagai akibatnya,
peluang Habibie untuk memenangi pemilihan presiden pada bulan September 1999
hilang. Sebaliknya, citra TNI sebagai penjaga kedaulatan territorial kembali
menguat. Padahal sebelumnya peran politik TNI menjadi sasaran kritik kekuatan
pro demokrasi segera setelah jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998.
b. Masa
Pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid
Hubungan sipil militer merupakan salah satu isu utama
dalam perjalanan transisi menuju demokrasi di Indonesia. Dinamika hubungan
sipil militer ini terutama terlihat dalam isu separatisme, baik di Aceh maupun
Papua. Isu Timor Timur seperti di uraikan diatas juga menjadi contoh penting
yang memperlihatkan keterkaitan antara faktor domestik (hubungan sipil militer)
dan faktor eksternal (diplomasi dan politik luar negeri).
Bila dalam
periode Habibie terjadi hubungan saling ketergantungan antara pemerintahan
Habibie dengan TNI, pada masa Abdurrahman Wahid terjadi power struggle yang
intensif antara presiden Wahid dengan TNI sebagai akibat dari usahanya untuk
menerapkan kontrol sipil atas militer yang subyektif sifatnya.
Entry point yang digunakan oleh presiden Wahid adalah
persoalan Timor Timur. Komisi khusus yang dibentuk oleh PBB menyimpulkan bahwa
kerusuhan di Timor Timur setelah referendum 1999 direncanakan secara
sistematis. Lebih jauh Komisi tersebut menyatakan dengan jelas bahwa TNI dan
milisi pro integrasi merupakan dua pihak yang harus bertanggung jawab atas
kerusuhan tersebut.
Dengan laporan sedemikian, sangat mungkin sekjen PBB
akan memberi rekomendasi pada Dewan Keamanan untuk membentuk pengadilan
internasional untuk mengadili pejabat TNI yang dinilai bertanggung jawab,
termasuk Wiranto. Pada saat yang hampir bersamaan, KPP HAM yang dibentuk
presiden Wahid untuk menginvestigasi peristiwa di Timor Timur pasca referendum
juga melaporkan temuannya bahwa TNI dan milisi melakukan pelanggaran HAM serius
di Timor Timur dan merekomendasikan Jaksa Agung untuk memeriksa anggota TNI
yang terlibat, termasuk Wiranto.
Menyikapi laporan ini, Wahid menyatakan dari Davos
saat ia menghadiri World Economic Forum bahwa ia akan meminta Wiranto mundur
dari jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam kabinetnya. Wiranto
menyatakan penolakannya untuk mundur dari kabinet dan akibatnya memunculkan
spekulasi kemungkinan kudeta oleh TNI.
Spekulasi ini antara lain muncul karena sebelumnya
duta besar Amerika Serikat untuk PBB Richard Holbrook mengungkapkan
kekhawatiran pemerintah AS bahwa TNI tidak mendukung investigasi atas kasus
pelanggaran di Timor Timur dan bahkan mempersiapkan pengambil alihan kekuasaan.
Untuk menolak kecurigaan ini, para kepala staff dari semua angkatan memberi
pernyataan bahwa TNI tidak memiliki rencana untuk menjatuhkan pemerintahan
Wahid. Bahkan Panglima Daerah Militer Jakarta ketika itu, Mayor Jenderal
Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa TNI tetap loyal kepada presiden Wahid
sebagai panglima tertinggi. Bahkan ia memberi pernyataan menarik yaitu:
TNI could
have toppled the government of former President Habibie over the East Timor
issue. We were able to stage a coup at that time out of our deep sorrow that
the president wanted to let go of East Timor at the expense of our sacrifice to
keep the territory of Indonesia for years.
Pada akhirnya, keputusan untuk memberhentikan Wiranto
mendapat dukungan penting dari ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien
Rais dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tanjung. Patut diingat bahwa
presiden Wahid secara terus menerus menggunakan kredibilitasnya di dunia
internasional sebagai tokoh pro-demokrasi untuk mendapatkan dukungan atas
berbagai kebijakannya mengenai TNI ataupun penanganan kasus separatisme yang
melibatkan TNI. Keputusan pemberhentian Wiranto, misalnya, diungkapkan kepada
publik ketika Sekjen PBB Kofi Annan berada di Jakarta. Bahkan dalam konferensi
persnya di istana presiden setelah bertemu Wahid, Kofi Annan menyatakan bahwa
‘the decision [onWiranto] has proven that Indonesia had taken on responsibility
to ensure that those responsible for the atrocities in East Timor would be made
accountable’.
Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif
selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan
mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang
dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur, adalah soal
integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan
ekonomi.
c. Masa
Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri
Seperti pendahulunya Abdurrahman Wahid, Megawati juga
secara ekstensif melakukan kunjungan ke luar negeri. Sebagai presiden, Megawati
antara lain mengunjungi Rusia, Jepang, Malaysia, New York untuk berpidato di
depan Majelis Umum PBB, Rumania, Polandia, Hungaria, Bangladesh, Mongolia,
Vietnam, Tunisia, Libya, Cina dan juga Pakistan. Presiden Megawati menuai
kritik dalam berbagai kunjungannya tersebut, baik mengenai frekuensi ataupun
substansi dari berbagai lawatan tersebut. Diantaranya adalah kontroversi
pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikpoter dari Rusia yang merupakan buah dari
kunjungan Megawati ke Moskow.
Selain berbagai kunjungan formal tersebut, politik
luar negeri Indonesia selama masa pemerintahan Megawati juga dipengaruhi
beragam peristiwa nasional maupun internasional. Peristiwa serangan teroris 11
September 2001 di Amerika Serikat, pemboman di Bali 2002 dan hotel JW Marriott
di Jakarta tahun 2003, penyerangan ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan
Ingrris dan juga operasi militer di Aceh untuk menghadapi GAM merupakan
beberapa variabel yang mewarnai dinamika internal dan eksternal Indonesia.
ariabel tersebut membawa persoalan turunan yang rumit.
Misalnya, perang melawan terorisme di satu sisi mengharuskan Indonesia untuk
membuka diri dalam kerjasama internasional. Di sisi lain, peristiwa ini juga
menjadi isu besar mengenai perlindungan terhadap kebebasan sipil di tengah
proses demokratisasi, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa negara
akan mendapatkan momentum untuk mengembalikan prinsip security approach di
dalam negeri.
Tidak
berlebihan untuk mengatakan bahwa diplomasi Indonesia kembali menjadi aktif
pada masa pemerintahan Megawati. Dalam pengertian bahwa pelaksanaan diplomasi
di masa pemerintahan Megawati kembali ditopang oleh struktur yang memadai dan
substansi yang cukup. Di masa pemerintahan Megawati, Departemen Luar Negeri
(Deplu) sebagai ujung tombak diplomasi Indonesia telah melakukan
restrukturisasi yang ditujukan untuk mendekatkan faktor internasional dan
faktor domestik dalam mengelola diplomasi. Artinya, Deplu memahami bahwa
diplomasi tidak lagi hanya dipahami dalam kerangka memproyeksikan kepentingan
nasional Indonesia keluar, tetapi juga kemampuan untuk mengkomunikasikan
perkembangan dunia luar ke dalam negeri.
Restrukturisasi ini sangat tepat waktu mengingat
perubahan global terjadi begitu cepat, terutama setelah peristiwa 11 September
2001 di Amerika Serikat. Perubahan cepat ini memaksa setiap negara untuk mampu
beradaptasi dan mengelola arus perubahan tersebut.
- F. Demokrasi dan Politik Luar
Negeri di Masa Transisi: Mencari Benang Merah
Tidak bisa ditolak bahwa demokratisasi dan perubahan
politik mendalam terus berlangsung di semua aspek sosial politik di Indonesia.
Perubahan tersebut bahkan menyentuh bidang diplomasi dan politik luar negeri
yang selama ini dianggap murni merupakan kewenangan penuh pihak eksekutif. Di
masa pemerintahan Orde Baru yang otoritarian, konsultasi antara pemerintah
dengan DPR dan kalangan publik mengenai kebijakan luar negeri dan diplomasi
hanya terjadi dalam level yang sangat minimal. Karena itu, perumusan kebijakan
diplomasi dan politik luar negeri yang melibatkan semakin banyak aktor akan
membuka kemungkinan bahwa setiap kebijakan dalam dua bidang tersebut akan
merepresentasikan kepentingan nasional secara lebih luas.
Sementara itu, kritik terhadap politik luar negeri
sebuah pemerintahan transisi, sebagaimana dialami ketiga pemerintahan yang
diuraikan diatas, adalah hal yang umum terjadi. Seperti ditulis Neil Malcom dan
Alex Pravda dalam bukunya Democratization and Russian Foreign Policy (1999),
partai oposisi selalu menjadikan politik luar negeri sebagai target karena ia
merupakan arena terbuka yang proses perumusannya dilihat sebagai monopoli
pemerintah yang berkuasa. Akibatnya, mudah diidentifikasi kekuatan atau
kelemahan politisnya.
Sementara itu, realitas kontemporer kita yang
merupakan buah dari proses demokratisasi memperlihatkan bahwa sentra kekuasaan
telah mengalami diversifikasi. Konsekuensinya, terjadi perubahan dalam berbagai
proses pengambilan keputusan, termasuk dalam bidang politik luar negeri.
Berkaitan dengan hal ini, adalah penting bagi Deplu untuk menyadari bahwa ia
bukanlah satu-satunya instrumen diplomasi. Karena, input-input untuk sebuah
kebijakan menjadi amat beragam, baik isi ataupun sumbernya.
Sebagai contoh, berseberangannya pendapat antara pihak
pemerintah dan beberapa pihak di DPR dalam negosiasi masalah Aceh dengan GAM
merupakan fenomena sehat dalam bidang diplomasi sebuah negara yang demokratis.
Robert Putnam (1993) menyebutnya sebagai’double-edged diplomacy’[21], yaitu
adanya keharusan mereka yang terlibat dalam proses diplomasi untuk menyadari
bahwa diplomasi selalu memiliki dua dimensi: dalam dan luar negeri. Di dalam
negeri, langkah diplomasi dan kebijakan luar negeri secara imperatif harus
mendapatkan persetujuan sebanyak mungkin aktor politik, salah satunya adalah
pihak legislatif.
Akan tetapi, pada saat yang sama, aktor-aktor politik
di dalam negeri juga harus menyadari bahwa dalam bidang diplomasi dan politik
luar negeri, setiap kebijakan juga penting untuk selalu memperhatikan harapan atas
peran yang dinantikan dari negara tersebut oleh negara-negara lain, baik dalam
konteks regional ataupun global.
Indonesia, pada level ASEAN, berkali-kali menjalankan
peran sebagai pihak yang mencoba menjembatani konflik di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia aktif membantu mencari solusi damai dalam persoalan Spratly Island di
Laut Cina Selatan yang diklaim oleh beberapa negara ASEAN dan luar ASEAN, aktif
membantu penyelesaian konflik Kamboja, dan juga dalam isu domestik di Filipina
Selatan.
Peran tradisional ini kembali dimunculkan ketika
Indonesia mengajukan konsep pembentukan ASEAN Security Community (ASC). Fakta
bahwa proposal ASC datang dari Indonesia memperlihatkan bahwa politik luar
negeri Indonesia merupakan refleksi atas perubahan politik dalam negeri menuju
kearah yang lebih demokratis. Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang
selalu menempatkan penyelesaian konflik dengan cara damai sebagai pilihan
utama.
ASC merupakan refleksi yang menempatkan diplomasi
sebagai first-linerpertahanan negara di masa damai. ASC yang digagas Indonesia
tersebut bertujuan membentuk sebuah masyarakat Asia Tenggara yang bersepakat
untuk menjauhi penggunaan kekerasan atau instrumen militer dalam menyelesaikan
konflik. Karena itu, apabila Indonesia tidak mampu secara konsisten menempuh
jalan damai untuk menyelesaikan persoalan di Aceh, bukan tidak mungkin
Indonesia akan terjebak dalam praktek standar ganda, yakni selalu mendorong
penyelesaian damai dalam persoalan yang dialami negara tetangga, namun menempuh
cara kekerasan dalam menghadapi persoalan dalam negeri sendiri. Praktek standar
ganda semacam ini yang akan memberi citra buruk di luar negeri.
Karena itu, aktor-aktor politik di luar Deplu harus
menerima informasi yang cukup dan perlu memahami bahwa situasi damai dan stabil
di kawasan Asia Tenggara sepenuhnya bersesuaian dengan kepentingan Indonesia.
Situasi damai dan stabil hanya akan dicapai apabila penyelesaian konflik secara
damai, tanpa kekerasan, telah disepakati menjadi norma bersama. Dan Indonesia
telah menunjukan diri sebagai penganjur penyelesaian damai dalam berbagai
konflik di kawasan Asia Tenggara sebagaimana dicontohkan di atas.
encitraan diri sebagai negara demokratis di luar
negeri akan menjadi dorongan untuk pencitraan diri sebagai negara demokratis di
dalam negeri. Pengalaman transisi demokrasi di negara-negara Eropa Timur
seperti Hongaria dan Polandia memperlihatkan bahwa pencitraan diri sebagai
negara demokratis melalui politik luar negeri dapat memberi dorongan
substansial bagi proses konsolidasi di dalam negeri.
Preseden baik telah dicapai dalam sikap Indonesia saat
menolak aksi unilateralisme dalam isu Irak. Sikap Indonesia dalam forum
internasional konsisten dengan sikap sebagian besar masyarakat Indonesia yang
menolak perang. Bahkan melalui diplomasi publiknya, Deplu bersama-sama elemen
masyarakat dan tokoh agama aktif mengkampanyekan suara anti perang dan memilih
prinsip multilateralisme. Dalam isu Irak tersebut semakin terlihat bahwa suara
publik kian menjadi elemen penting dalam politik luar negeri Indonesia.